Memiliki Keturunan yang Shalih

Apabila dalam diri seorang anak berkumpul faktor genetika yang shalih, serta faktor pendidikan yang baik, maka dengan izin Allah akan menghasilkan seorang anak yang memiliki agama dan akhlak terbaik.

Bismillaahirrahmaanirrahiim

Perempuan erat hubungannya dengan baik atau buruknya sebuah generasi. Karena dari rahimnya lah keluar para penerus. Dan di bawah naungannya lah para penerus tadi mendapat pendidikan yang pertama.

Muhammad Quthb berkata, “Seorang anak yang rusak masih bisa menjadi baik selama ia pernah mendapatkan pengasuhan ibu yang baik. Sebaliknya, ibu yang rusak akhlaknya hanya akan melahirkan generasi yang rusak pula akhlaknya.”

Abul Aswad Ad-Duaili berkata kepada anak-anaknya, “Sungguh aku telah berbuat baik kepada kalian sejak kalian masih kecil hingga kalian dewasa bahkan semenjak kalian belum dilahirkan.”

Anak-anaknya bertanya, “Bagaimana cara ayah berbuat baik kepada kami sebelum kami terlahir?”

Beliau menjawab, “Aku telah pilihkan untuk kalian ibu yang mana kalian tidak akan pernah kecewa kepadanya.”

Demikian juga dengan janin. Di samping ia memerlukan seorang ibu shalihah, memiliki agama yang kokoh sehingga mampu menjaga dan memeliharanya ketika masih berada di dalam kandungan serta dapat mewarisi sifat-sifatnya yang mulia. Janin juga memerlukan sosok seorang ayah yang shalih yang menjaga dirinya dan ibunya.

More

Tak Perlu Sekedar Singgah (Buat Akhwat, Stop Baper)

Straight to the point ya…

Beberapa tahun belakangan kita sudah tidak heran lagi dengan fenomena “ikhwan dan akhwat mencari jodoh”. Tiap kali ada kajian tentang jodoh nih, yang hadir banyaaak… Yang nanya ke ustadz juga banyaaak… Bahkan, kajian yang temanya nggak tentang jodoh pun adaaa aja yang nanya tentang tema itu.

Nah, saking maraknya fenomena “mencari bakat jodoh” ini, marak pula istilah “ikhwan caper akhwat baper”, “ikhwan modus”, “ikhwan bakwan”, dan lain-lain. Afwan ya, saya lebih banyak menyinggung istilah ikhwan karena (menurut saya) memang begitulah adanya… Hehehe :)) . Beberapa cerita pernah saya dengar, bahkan beberapa kali saya mengalaminya sendiri. Pegel!

Biasanya kejadian berawal dari sosial media. Modus ikhwannya kelihatan kok! Mulai dari minta kenalan. Kalau nggak kita tanggepin, si dia mulai komen ini itu di postingan kita, atau nge-like postingan-postingan kita yang jadul which is he wanna show you that “gue scrolling en perhatiin postingan lu sampe habis loh”. Dengan harapan si dia terlihat “kepo” sama kamu dan kamu seneng dikepoin. Wkwkwk…

Nah, setelah itu, kalau misalkan kita tanggepin nih, dia mulai deh nanya ini itu, minta kenal lebih jauh, nanya udah punya pasangan apa belum dan lain-lain dan lain-lain… Hingga pada akhirnya dia bilang More

Ista’jala Syai-an

Pelan-pelan-Saja-Jangan-Tergesa-gesa...

Sungguh, fitnah yang datang setelah sebuah “proses” menunjukkan arah yang jelas, jauh lebih berbahaya ketimbang sebelumnya. Saya katakan demikian, hanyalah menyampaikan ulang perkataan serupa, sebagaimana yang telah dikatakan oleh orang-orang sebelum saya yang jelas lebih baik keilmuannya. Pun lagi, mereka telah mengalami.

Sebuah pernyataan yang sangat boleh jadi benar adanya.

Jelas, setelah “proses” itu menunjukkan titik terangnya, maka tentu saja hati memiliki kecenderungan untuk bersandar. Padahal, ia tetaplah menjadi sesuatu yang belum halal baginya untuk dijadikan sandaran.

Maka untuk hal ini, tanpa saya tanyai, menjelang ashar hari itu, Mas Arif – rekan saya yang beristrikan perempuan berkewarganegaraan Australia – berkata: “Ketika dulu ana masih dalam proses sebelum menikah, seorang ikhwan yang mulia memberi ana nasihat yang senada dengan ini. Dia memperingatkan ana untuk menjaga batas-batas yang syar’i. Bahkan meskipun tanggal pernikahan telah diputuskan, seorang wanita tetaplah haram bagi calon suaminya sampai akad nikah diikrarkan.

Ada sebuah qa’idah dalam Islam yang berbunyi, “manis-ta’jala syai-an qabla awanih, ‘uqiba bihirmanih.” Barangsiapa yang terburu-buru mendapatkan sesuatu sebelum saatnya, maka ia dihukum dengan diharamkan atasnya.

Bersabarlah, jangan sampai ketergesa-gesaan menyebabkan kita dimurkai Allah dan ditimpa hukuman-Nya. Bisa saja sesuatu terjadi sehingga pernikahan itu diharamkan untuk terlaksana. Bisa saja pernikahan itu terjadi namun pelakunya diharamkan atas barokahnya. Sungguh sebuah kerugian yang besar dan kita berlindung kepada Allah dari hal tersebut.

Apalagi dengan sepasang ikhwan dan akhawat yang sedang menjalani proses ta’aruf. Tidak ada jaminan bagi mereka bahwa dia yang saat ini sedang dikenali adalah jodoh yang diberikan oleh Illahi. Sabar dan istighfar adalah hal yang harus terus diazamkan di dalam hati. Jangan pernah merasa sudah aman dan memiliki sehingga bermudah-mudah dalam berinteraksi.

Bersabarlah, buah yang manis tak akan tumbuh dari pohon yang busuk. Hasil yang baik tak akan didapat dari cara yang buruk. Sungguh kehidupan dunia itu hanya sebentar sedangkan akhirat itu kekal. Maka mengapa kita korbankan sesuatu yang abadi demi perkara yang fana, mengapa kita tukar kebahagiaan yang hakiki dengan sepercik fatamorgana. Dan biarkanlah tinta-tinta takdir menjalankan titah Rabb-Nya yang agung.

Dan kepada engkau wahai hati, bersabarlah…

Disadur dari Akhi Ahmad Alfarisy via @ikhwan_solo

Baarokallohu fiikum

©Novia Faradila 09092018 0623

Opini dari Seorang (Calon) Istri

stick_figure_newly_wedsIni adalah sebuah cerita ringan yang cukup menginspirasi. Saya mendengar cerita ini dari sebuah radio. Mungkin ini bisa menjadi pelajaran, baik bagi suami, istri, bagi yang akan menjadi suami, atau bagi yang akan menjadi istri. Ceritanya kira-kira seperti berikut…

Suatu hari sepasang suami istri hendak pergi liburan dengan mengendarai mobil mereka. Di tengah perjalanan, mereka berhenti di salah satu SPBU untuk mengisi bensin. Saat si suami tengah sibuk mengisi bahan bakar mobil tersebut, sang istri terlihat asyik mengobrol dengan salah seorang petugas pengisi bensin.

Singkat cerita, selepas dari SPBU itu sang suami bertanya kepada istrinya, siapa lelaki tersebut. Sang istri menjawab bahwa lelaki tersebut adalah teman SMA-nya dan pernah menjadi pacarnya selama satu tahun.

Mendengar jawaban istrinya, sang suami langsung menjawab, “untung kamu menikah denganku sehingga kamu bisa menjadi istri seorang general manager. Jika kamu menikah dengannya, maka kamu hanya menjadi istri seorang pengisi bensin”.

Seraya tersenyum sang istri pun menjawab, jika aku menikah dengannya, maka dialah yang akan menjadi general manager dan kamu yang akan menjadi pengisi bensin.”

Nah, bagaimana menurut kamu percakapan tersebut? Well, sudah akrab di telinga kita quote yang berbunyi, di belakang lelaki hebat, ada wanita hebat. Sebagaimana pada kisah di atas, dalam kesuksesan suami ada campur tangan istri sebagai pendamping hidupnya.

Memang tidak serta merta kesuksesan seorang suami 100 persen ada di tangan istri, tapi bagi saya pribadi istri memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap eksistensi suaminya.

Tentu hal ini juga tergantung bagaimana sang suami sebagai kepala keluarga mendidik dan mengayomi istinya. Banyak lelaki yang sukses karena bakti sang istri, namun tak sedikit pula lelaki yang jatuh karena wanita yang dinikahinya. In other word, suami dan istri harus saling mengisi dan melengkapi satu sama lain.[]

**opini dari seorang (calon) istri ^^

©dilanovia 15092014 14:01