Menghitung Bintang, Membakar Uang

“Baby, I been, I been prayin’ hard. Said no more counting dollars. We’ll be, counting stars”.

imageBagi saya yang gila belanja ini, uang adalah hal yang penting. Sangat penting malah. Tapi tentu bukan hal terpenting. Saya rasa banyak pula orang di luar sana yang berpikiran serupa.

Nah, ngomong-ngomong soal uang, saya lagi seneng-senengnya dengan lagu Counting Stars dari OneRepublic. Lho, apa hubungannya bintang dengan uang?
Well, lirik lagu ini sangat menarik untuk disimak. Liriknya mengandung pesan bahwa kira harus berani bertindak meski dunia memandang itu tabu atau salah. Kita harus berani “action”  atas apa yang selama ini dianggap “aneh”. Berani melakukan hal yang tidak biasa. Selain itu, lirik ini juga mengandung pesan bahwa uang itu bukan segalanya. Lebih baik menghitung bintang daripada menghitung dollar a.k.a uang.

“Take that money. Watch it burn. Sing in the river. The lessons I learned”.

Saya sangat setuju dengan lagu ini. Di dunia yang sudah semakin menua, manusia hanya memikirkan uang-uang-uang-uang. Manusia banyak memikirkan bagaimana bisa menjadi kaya-raya, tanpa mempedulikan bagaimana nasibnya kelak di akhirat.

Lihat saja sekarang para kelompok wanita yang sering disebut “sosialita”. Mereka memiliki bertampilan glamour, penuh emas berlian, barang-barang branded, bahkan arisan pun enggak sipp rasanya kalau tidak mengundi barang yang harganya selangit. Lebih parahnya mereka menghadiahkan “PiL” atau “WiL”. Ckckck…

image

Saat ini segalanya dipandang dari uang. Apa-apa uang. Jika ingin dipandang maka ber-uang-lah. Jika ingin mendapatkan teman yang banyak maka ber-uang-lah. Really truely madly money oriented!

Now, the question is: you have money but are you happy? Apakah dengan memiliki banyak uang, manusia pasti bahagia? Ayo diingat-ingat, ketika mati nanti apakah kita ditimbun dengan uang? Of course no, karena kita akan ditimbun dengan tanah.

Well, lagu Counting Stars ini layak diacungi jempol. Videonya di Youtube saja sudah ratusan ribu viewers. Semoga semakin banyak orang-orang di dunia fana ini mengetahui dan mendengar lagu ini.

“I feel something so right. By doing the wrong thing. And I feel something so wrong. By doing the right thing. I couldn’t lie, couldn’t lie, couldn’t lie. Everything that kills me makes me feel alive”.[]

©dilanovia 19012014

Wanita VS Pendidikan Setinggi Langit

wanita dan pendidikan tinggi

Banyak orang memandang sebelah mata terhadap wanita yang ingin mengejar jenjang pendidikan lebih tinggi. “Buat apa? Ingat umur”, “toh ntar kan berkutat di dapur,sumur, kasur juga”, “wanita itu kodratnya menjadi ibu, jadi buat apa kuliah tinggi-tinggi”, dan blah blah blah.

Kadang saya geleng-geleng kepada jika ada yang berkomentar demikian. Mungkin sepintas apa yang dikatakan tersebut terlihat benar. Mungkin juga mereka yang berpikir demikian adalah mereka yang konservatif, old school. Namun, pendidikan tinggi untuk seorang wanita tidak ada salahnya.
Tidak hanya bagi kaum wanita–siapa pun–pria atau wanita yang mengecap pendidikan lebih tinggi tentu mendapatkan manfaat yang luar biasa daripada mereka yang pendidikannya lebih rendah. Undertaking a study in higher education can benefit us in a number of ways.

Universitas menawarkan lingkungan yang kaya akan pengalaman sosial bahkan budaya. Tak hanya itu, orang yang memiliki kualifikasi pendidikan lebih tinggi tentunya memiliki prospek karir yang lebih baik. Mengapa? Karena orang yang memiliki ilmu lebih, bahkan juga pengalaman lebih, sangat berharga bagi perusahaan/institusi. See? Hal ini akan membuka lebih banyak pintu untuk pekerjaan yang lebih baik.

Kodrat wanita menjadi seorang itu memang benar. Tapi jika mengkambing hitamkan “pendidikan tinggi” saya sangat tidak setuju. Apakah jika menjadi ibu, seorang wanita tidak boleh berpendidikan? Apakah seorang ibu harus bodoh? It’s a big wrong. Bahkan seorang ibu haruslah cerdas karena ia adalah the first teacher/madrasatul ula untuk anak-anaknya.

Dulu memang kebanyakan wanita cepat menikah dan tidak berpendidikan bisa-bisa saja membesarkan anak. Tapi, untuk sekarang apakah itu musti diikuti? Saya pribadi tidak setuju. Anak adalah permata berharga yang harus dirawat tidak hanya dari segi fisik, namun juga mental.

ibu mengajarkan anak

Wanita yang memiliki pendidikan “lebih” tentu punya nilai lebih, terutama dalam pola pikir. Bagaimana mereka memandang dunia, bagaimana cara mereka bersikap. Pendidikan membuat mereka lebih membentuk karakter yang berwawasan pendidikan.

And remember what God said. It will exalt those who have knowledge. Ada pula petuah yang pernah saya dengar bahwa orang yang memiliki harta, pemiliknya lah yang akan menjaga harta tersebut. Tapi orang yang memiliki ilmu, ilmu itu lah yang akan menjaga pemiliknya.

Well, especially untuk para wanita, jangan takut jika ingin menuntut ilmu setinggi langit. Yang perlu ditekankan adalah bagaimana menyeimbangkan dunia pendidikan tersebut dengan dunia “pribadi” (keluarga, relationship, dll).[]

Yogyakarta, 17012014

Potensi Sungai Siak Riau Layak Dipertimbangkan

image

Amazing Day! Yes, itulah kesimpulan hari ini. Hari yang melelahkan namun sangat-sangat menyenangkan. Bagaimana tidak, pagi-pagi sudah dihadapkan dengan hamparan air sungai dan rindang pepohonan di kiri-kanannya. Mata yang telah lama lelah melihat ‘pohon beton’ hari ini dimanjakan dengan pemandangan menakjubkan.

Saya berpikir, betapa besar potensi yang dimiliki oleh masyarakat Pekanbaru dan Riau pada umumnya? Sangat besar! Tapi sayang, ntah mereka tidak sadar dengan potensi itu atau mereka memang malas mengembangkannya. Sungai yang sebenarnya bisa dijadikan ladang uang, malah terbengkalai begitu saja.
image

Coba tengok di Belanda sana, selain sebagai sarana transportasi, sungai juga mereka manfaatkan sebagai sarana rekreasi. Tidak ada kata terbatas karena adanya sungai.Mereka mendirikan restoran di atas sungai, bahkan hotel pun di tepi sungai. Malahan, ada yang berprofesi sebagai tukai pijat di atas sungai. Dengan bermodalkan kapal sederhana, mereka memijit para pendatang di atas sungai, di alam terbuka. Bayangkan betapa nikmatnya sensasi dipijet di alam terbuka.

Jika bangsa lain bisa, mengapa kita tidak? Mengapa hanya rela menerima keadaan tanpa ada sebuah inovasi-inovasi? Jika masyarakat si sekitar sungai atau bahkan pemerintah perhatian dengan hal ini, dapat dipastikan akan banyak menimbulkan lapangan kerja baru, investasi, bahkan sarana rekreasi di Pekanbaru pun semakin bertambah. Sedih sekali melihat warga Pekanbaru berekreasi ke Mall, air mancur tengah jalan, bahkan di tepi jalan menikmati jagung bakar. Mau beginikah selamanya? []

**The pictures taken by OPPO R821
©dilanovia 04012014

Beberapa foto di tulisan ini dihapus karena alasan privasi (dila, 20072018)