Atas/Bawah=Ujian

image Semakin hari saya semakin disadarkan bahwa ungkapan “roda di atas” dan “roda di bawah” untuk menggambarkan posisi senang-susahnya hidup seseorang perlu dipikir ulang kembali.

Mungkin masih banyak di antara kita yang berpikir bahwa ketika roda kehidupan meluncur bebas ke bawah, itu berarti kita sedang diuji oleh Tuhan. Kita pun mengadu dan berdoa agar diberi kesabaran serta kekuatan untuk melaluinya. Dan ketika roda kehidupan mulai beranjak naik, itu pertanda bahwa kehidupan kembali normal dan kebahagian kembali menghampiri kita. Memang tidak ada yang salah dengan asumsi itu.

Tapi, ada satu hal yang sering kali kita lupakan bahwa “roda yang sedang di atas” merupakan ujian juga. Ujian kesenangan! Sayangnya, kita banyak yang beranggapan bahwa “ujian” itu ya yang susah-susah saja.

Banyak yang mengidentikkan ujian kehidupan merupakan sesuatu kondisi yang sedang buruk, sulit, penuh tangis dan derita. Padahal, setelah ujian itu surut, kita masih diuji dengan ujian kesenangan. Pada fase ujian kesenangan inilah rata-rata manusia banyak yang lupa. Lupa bahwa mereka sedang diuji!

Banyak yang ketika diuji susah manusia mengingat Tuhan, namun ketika roda mereka berangsur-angsur naik, mereka berangasur-angsur pula lupa kepada sang pencipta. Ketika diberi kesenangan, manusia terlena dengan kondisi nyaman mereka, silau dengan indahnya dunia, dan larut dalam manisnya kehidupan yang sedang disuguhkan kepada mereka.

Manusia sering lupa bahwa ketika proses kesenangan itu berjalan, di sisi yang lain fase kesulitan sedang mendekati mereka kembali. Begitulah roda kehidupan. Selama roda itu masih berputar, maka selama itu pula kita akan terus diuji.

Jadi, jangan berpikir bahwa ketika terbebas dari kesulitan, maka kita terbebas dari ujian. Layaknya anak kuliahan, ketika ujian selesai maka mereka liburan semester. Tidak! Kehidupan tidak ada libur semesternya.

Anyway, bukan bermaksud ingin menggurui, tapi yuk sama-sama kita belajar SABAR dan SADAR.Sabar ketika diberi ujian kesusahan, dan sadar diri ketika dihadiahkan ujian kesenangan. Think that everyday is examination so that we are always ready in any condition.

Well, semoga kita selalu mengingat dan selalu tawakal bahwa setiap hari hidup kita diuji, ntah itu ujian kesusahan atau ujian kesenangan. By the way, thank you soo much for my best friend, ARU, yang sudah mengenalkan konsep ini.

“Setiap yang bernyawa pasti akan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan kamu akan dikembalikan hanya kepada Kami” (Al-Anbiya:35).[]

©dilanovia 28092014 20:09

Riau Miskin Pemimpin Amanah?

image

Wajah Kota Bertuah kembali tercoreng dengan ulah para pengemban amanah. Bukan sekali dua kali, tapi kali ini ibarat “janjian”, berturut-turut tiga tokoh nomor satu di provinsi ini harus rela dirinya dibui.
Sebut saja Saleh Djasid, Gubernur ke-10 Provinsi Riau tahun 1998-2003 ini didakwa telah melakukan korupsi dana APBD Riau serta korupsi mobil pemadam kebakaran yang turut melibatkan Mendagri kala itu.
Selanjutnya, Rusli Zainal Gubernur ke-11 Provinsi Riau tahun 2003-2013. Dia dihukum 10 tahun penjara akibat kasus korupsi dana PON XVII yang diadakan di Riau tahun 2012.
Dan kini, yang beberapa waktu lalu menjadi buah bibir adalah Anas Maamun Gubernur ke-12 yang baru saja resmi menjabat pada 19 Februari 2014. Dia diduga terlibat sebagai penerima suap lahan di Riau yang nilainya mencapai Rp2 miliar.
Apa yang salah dengan mental pemimpin di negeri ini? Miris rasanya ketika merunut jejak langkah orang-orang nomor satu di negeri Melayu ini yang mewarisi tinta hitam, kelam…
Padahal negeri Melayu terkenal dengan budaya masyarakatnya yang amanah, santun, dan agamis. Kultur itu yang dari dulu dilekatkan erat-erat oleh para leluhur negeri. Namun, kini budaya itu terkikis oleh nafsu duniawi.
Memang, tidak ada satupun budaya di nusantara ini yang melegalkan korupsi. Tetapi apabila dihadapkan dengan nafsu ekonomi dan kepentingan politik, baik orang per orang atau kelompok, nilai luhur budaya itu luntur.
Seperti yang tampak pada ketiga pemimpin di atas. Harapan masyarakat pun sirna dengan tingkah polah mereka. Masyarakat kian hari kian tak percaya.
Lantas pertanyaannya, akankah Provinsi Riau terus didera kabut kelam yang dilakoni sendiri oleh para pemimpin negeri? Akankah negeri ini miskin pemimpin amanah?[]

©dilanovia 20102014 19:02

Balada RUU Pilkada

image

Ini bukan masalah #ShameOnYouSBY, bukan masalah asu-asuan, bukan masalah siapa yang pengecut dan siapa yang bak pahlawan. Masyarakat Indonesia harusnya jangan latah atau sekedar ikut larut bersama arus informasi tentang RUU Pilkada tidak langsung. Apalagi asal posting komentar yang berisi caci-maki tanpa landasan yang jelas dan pasti.
Pro kontra pilkada langsung atau tidak langsung saat ini memang menjadi buah bibir. Terlepas dari parpol mana yang pro dan parpol mana yang kontra, walkoutnya partai Demokrat, atau bagaimana media mengkonstruksi berita terkait RUU Pilkada ini, masyarakat seharusnya bisa berpikir realistis tentang apa yang menjadi pilihan mereka.
Saya pribadi setuju dengan Pilkada tidak langsung ini. Mengapa? Jika selanjutnya Pilkada dipilih langsung oleh DPRD, bayangkan berapa banyak anggaran yang bisa dipangkas. Berapa besar dana tersebut bisa dialokasikan untuk pembangunan daerah yang bersangkutan.
Seperti yang dilansir dari Suara Pembaharuan, Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) mencatat, saat ini Indonesia memiliki 33 provinsi dan 492 kabupaten/kota yang harus melaksanakan pilkada untuk memilih kepala daerah masing-masing. Jika dihitung kasar dan tanpa Provinsi DI Yogyakarta yang tidak melaksanakan pemilihan gubernur, maka setiap lima tahun ada 525 pelaksanaan pilkada. Artinya, setiap empat hari digelar pilkada di tanah air ini.
Nah, berapa dana yang dihabiskan? Biaya peyelenggaraan satu pilkada kabupaten atau kota bisa mencapai Rp25 miliar. Sedangkan, biaya penyelenggaraan pilkada provinsi bisa mencapai Rp100 miliar. Jadi, untuk keseluruhan biaya pilkada yang dikeluarkan pemerintah bisa mencapai Rp17 triliun.
Betapa mahalnya biaya politik untuk pilkada langsung selama ini? Padahal di berbagai sudut di tanah air ini masyarakat masih banyak yang 4M: minta makan, mengeluh miskin, merintih kesakitan, mau sekolah. Mengapa tidak uang sekian banyak itu diberikan seluas-luasnya untuk kesejahteraan rakyat?
Jika ada yang mengatakan penghapusan pilkada tidak langsung menciderai demokrasi, yang menjadi pertanyaan adalah apakah demokrasi selama ini sudah berjalan dengan baik dan tidak tercederai? Pengalaman sebelumnya, masyarakat yang memiliki hak suara untuk memilih, malah banyak yang menjadi ‘golongan putih’. Demokrasi yang katanya tercermin dari pemilihan langsung toh juga sangat cacat. Dicacati oleh masyarakat itu sendiri.
Sudah menjadi rahasia umum juga bahwa praktik pilkada oleh masyarakat selama ini banyak memunculkan politik balas budi dari calon yang menang dengan mengarahkan program bantuan sosial hanya kepada kantong-kantong desa yang memilihnya.
Tak hanya itu, ada pula istilah “kejar setoran” membuat para pemimpin terpilih itu lupa bahwa tugas mereka sebenarnya adalah penyambung aspirasi rakyat, bukan mengeruk uang rakyat untuk mengembalikan modal mereka yang hilang selama kampanye. Bahkan Sekjen PPP mengatakan, kebutuhan mencari “uang kembalian” menjadikan 60 persen atau sebanyak 292 kepala daerah yang terpilih dalam pilkada langsung terjerat persoalan hukum.
Yah, terlepas dari asumsi-asumsi di atas, saya sangat pilu melihat status dan tweet rekan-rekan yang hanya bisa mencaci-maki negara bahkan presidennya sendiri. Ayo, bersikap dewasalah sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang terhormat ini. Jika berada di posisi pro atau kontra, berikan asumsi yang cerdas dan masuk akal sebagai pendukungnya. Saya yakin, bangsa Indonesia adalah bangsa yang bermoral, menjunjung tinggi kehormatan negara dan kepala negaranya, serta mampu berpikir jernih terhadap permasalahan yang sedang terjadi di negaranya.[]

©dilanovia 26092014 22:54

Resume Buku On War Karangan Carl von Clausewitz

contoh cover makalah

PENDAHULUAN

Tulisan ini merupakan ikhtisar dari buku On War (Vom Kriege) karangan Carl von Clausewitz. Buku ini terdiri dari delapan pokok bahasan antara lain, On the Nature of War, On the Theory of War, On Strategy in General, The Combat, Military Forces, Defence, The Attack, dan War Plans. Buku yang mulai ditulis pada tahun 1805 ini merupakan sebuah sintesa yang didasarkan pada pengalaman Clausewitz di bidang militer sebagai perwira tentara Prussia (Jerman) pada abad ke-19. Ia berpendapat bahwa dalam melakukan perang, teori juga dibutuhkan karena berfungsi untuk memberikan pengetahuan sehingga seseorang akan lebih mampu menghadapi berbagai situasi yang terjadi pada saat peperangan. Guna menyempurnakan ikhtisar ini, penulis berusaha memperoleh informasi dari berbagai sumber lain yang terkait.

PEMBAHASAN

            Clausewitz menyatakan bahwa terdapat dua alasan yang menyebabkan seseorang melakukan pertarungan dengan pihak lain, yaitu adanya rasa bermusuhan (hostile feelings) dan niat untuk bermusuhan (hostile intentions)[1]. Hal tersebut dapat terjadi di berbagai negara. Bahkan, negara yang paling beradab sekali pun dapat merasakan permusuhan satu sama lain.

Terdapat beberapa definisi tentang hakekat perang yang dikemukakan oleh Clausewitz. Pertama, war is nothing but a duel on a larger scale. Perang merupakan perkelahian antara dua lawan dalam skala besar. Kedua, war is thus an act of force to compel our enemy to do our will. Perang merupakan suatu tindakan kekerasan untuk memaksa musuh agar tunduk pada kemauan pihak lawan. Selama musuh masih memiliki kekuatan untuk bertahan, maka selama itu pula kita harus berusaha untuk menghancurkannya.

Ketiga, war is an art not a science. Layaknya sebuah seni, dalam berperang dibutuhkan  intuisi dari pimpinan militer, yaitu kejeniusan dan talenta (bakat) yang sering kali muncul di luar aturan atau kaidah. Keempat, no two wars are identical. Tidak ada dua perang yang benar-benar More

Opini dari Seorang (Calon) Istri

stick_figure_newly_wedsIni adalah sebuah cerita ringan yang cukup menginspirasi. Saya mendengar cerita ini dari sebuah radio. Mungkin ini bisa menjadi pelajaran, baik bagi suami, istri, bagi yang akan menjadi suami, atau bagi yang akan menjadi istri. Ceritanya kira-kira seperti berikut…

Suatu hari sepasang suami istri hendak pergi liburan dengan mengendarai mobil mereka. Di tengah perjalanan, mereka berhenti di salah satu SPBU untuk mengisi bensin. Saat si suami tengah sibuk mengisi bahan bakar mobil tersebut, sang istri terlihat asyik mengobrol dengan salah seorang petugas pengisi bensin.

Singkat cerita, selepas dari SPBU itu sang suami bertanya kepada istrinya, siapa lelaki tersebut. Sang istri menjawab bahwa lelaki tersebut adalah teman SMA-nya dan pernah menjadi pacarnya selama satu tahun.

Mendengar jawaban istrinya, sang suami langsung menjawab, “untung kamu menikah denganku sehingga kamu bisa menjadi istri seorang general manager. Jika kamu menikah dengannya, maka kamu hanya menjadi istri seorang pengisi bensin”.

Seraya tersenyum sang istri pun menjawab, jika aku menikah dengannya, maka dialah yang akan menjadi general manager dan kamu yang akan menjadi pengisi bensin.”

Nah, bagaimana menurut kamu percakapan tersebut? Well, sudah akrab di telinga kita quote yang berbunyi, di belakang lelaki hebat, ada wanita hebat. Sebagaimana pada kisah di atas, dalam kesuksesan suami ada campur tangan istri sebagai pendamping hidupnya.

Memang tidak serta merta kesuksesan seorang suami 100 persen ada di tangan istri, tapi bagi saya pribadi istri memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap eksistensi suaminya.

Tentu hal ini juga tergantung bagaimana sang suami sebagai kepala keluarga mendidik dan mengayomi istinya. Banyak lelaki yang sukses karena bakti sang istri, namun tak sedikit pula lelaki yang jatuh karena wanita yang dinikahinya. In other word, suami dan istri harus saling mengisi dan melengkapi satu sama lain.[]

**opini dari seorang (calon) istri ^^

©dilanovia 15092014 14:01

Previous Older Entries