Berbagai kisah terus bergulir dalam hidup setiap insan. Hidup saya, hidup Anda, hidup kalian, hidup mereka. Ada dulu, ada sekarang. Dulu ada peristiwa yang teramat spesial. Rasanya tak ingin melupakannya seumur hidup. Namun sekarang peristiwa itu sepertinya biasa saja. Semua hilang terkikis lupa.
Lupa, sebuah nikmat yang diberikan Allah kepada kita. Saya menyadari ini dari sebuah artikel islami. Awalnya tidak percaya atau lebih tepatnya ‘heran’, mengapa lupa bisa dikatakan sebuah ‘nikmat’. Ternyata contoh yang dipaparkan dalam artikel ini menggiring saya untuk mengerti. Misal, ketika kita merasa kesal atau marah dengan seseorang, hari ini rasanya marah itu hingga ke ubun-ubun. Tapi, sejam, dua jam, lima jam, besok, atau besoknya lagi, amarah tersebut semakin pudar. Seakan apa yang telah mereka perbuat tidak terlalu masalah bagi kita. Kenapa? Karena Allah memberikan nikmat lupa. Lupa akan kesalahan orang lain yang pernah mereka perbuat kepada kita. Dan mengajarkan kita untuk ikhlas memaafkan.
Nikmat lupa juga menggiring kita untuk tidak merasa dendam dengan sesama. Dengan orang yang mungkin pernah menzalimi kita. Dengan orang yang pernah mempermalukan kita. Adanya lupa dapat mengikis semua rasa-rasa yang dapat mengakibatkan hati menjadi busuk. Seperti kata Opick, bila hati busuk, pikiran jahat merasuk. Akhlak kian terpuruk. Jadi makhluk terkutuk. Astaghfirullah!
Nah, nikmat lupa juga penting sekali dalam sebuah hubungan yang kandas. Apalagi bagi remaja-remaja yang sedang tumbuh atau lebih tepatnya, sedang mengalami masa pubertasi. As you know, ketika remaja-remaja sedang puber, mereka sering diibaratkan dengan jerawat, jatuh cinta, cinta monyet, putus, galau, patah hati, dan sebagainya. Sehingga ada yang mengistilahkan remaja yang demikian dengan sebutan, “Ababil” a.k.a ABG Labil.
Lupa sangat penting bagi remaja yang sedang kasmaran karena yang namanya remaja tentu masih dalam tahap pencarian. Banyak remaja-remaja galau yang meronta-ronta di media sosial karena diputuskan pacar. Tapi, apakah selamanya mereka seperti itu? Jawabannya, tidak!
Lupa menggiring mereka untuk memperbaiki perasaan, memaafkan, menerima dengan sabar dan ikhlas. Lupa membuat mereka juga memperbaiki diri, meminimalisir kekurangan dengan menggali potensi-pontensi yang ada di dalam diri.
Saya rasa setiap orang dalam masa-masa pacaran pasti pernah merasakan bahwa pasangannya adalah yang terbaik, tidak sanggup rasanya berpisah dengan dia, tidak sanggup hidup tanpanya, tidak sanggup sehari saja tidak berjumpa atau berkomunikasi, bahkan tidak sanggup membayangkan jika kekasih kita suatu saat nanti dimiliki oleh orang lain.
Ya, saya rasa banyak yang berpikiran demikian karena dulu saya juga begitu. Tapi, ketika semua ketakutan-ketakutan itu datang menjadi kenyataan, toh sampai detik ini saya masih baik-baik saja. Begitu juga dengan Anda, kan? Memang, awalnya merasa terpukul. Sehari, dua hari, seminggu, bahkan ketika galau tiba sudah sebulan pun rasa sakit itu tiba-tiba datang.
Perbedaannya, rasa sakit itu tidak terasa sakit seperti sakit di awal. Perlahan rasa sakit itu hilang. By proces, by the time, semuanya pulih. Saat ini juga rasanya biasa saja. Karena apa? Tuhan memberikan kita nikmat lupa. Dan saya sangat bersyukur diberikan nikmat tersebut. Alhamdulillah.
Jadi, jangan berpikir kalau lupa itu tidak ada manfaatnya. Jangan berpikir lupa itu sebuah musibah. Karena ada kalanya lupa itu sebuah nikmat, sebuah anugrah yang Tuhan berikan untuk hambaNya. Yang jelas, setiap ujian yang melanda adalah pembelajaran agar kita semakin bijak dan dewasa. Dan setiap ujian pasti ada penawarnya 🙂
Tapi ingat, jangan permainkan lupa pada hal-hal yang tak sepatutnya. Contoh, lupa sama hutang. Kalau itu mah bahaya. 🙂 []
©dilanovia 22072013 06:56
► Comments