Sebuah Syair

Sesungguhnya jika kuhinakan ketamakan
berarti aku menjadi kuat dalam naungan qana’ah
dan kukatakan pada jiwaku, tenanglah
karena keberanian adalah kesabaran sesaat
Bukankah yang disebut pemberani orang yang menjaga binatang tunggangannya
pada hari pertempuran dan saat api peperangan menyala
akan tetapi seseorang yang menundukkan mata atau memalingkan pandangan dari yang haram
dialah pahlawan yang gagah berani
Aku bersabar dari berbagai kelezatan
hingga jiwaku menguasai dan menetapi kesabaran, dan terus akan senantiasa begitu
jiwaku pun mulia dalam mengarungi hari-hari
ketika melihat kesabaranku terhadap sesuatu yang hina, nafsu pun akan tunduk
sementara nafsu itu mencuat ketika muda
maka jika aku rakus niscaya kan berkobar
jika tidak, niscaya perlahan dia akan hilang

-Dari Ibnul Jauzi dalam Abu Maryam Thariq bin ‘Athif

©dilanovia 30072012 6:55

Jaga Perbuatan, Jaga Ucapan

Banyak yang mengatakan setiap daerah memiliki nilai-nilai mistis tersendiri. Apalagi daerah tersebut masih sarat akan adat istiadat para nenek moyang mereka. Hal inilah yang saya rasakan di lokasi Kukerta saya, Desa Sukajadi, Kecamatan Bukit Batu, Bengkalis.
Kenyamanan dan keramahan warga di desa yang di dalamnya terdapat rumah dan makam Laksamana Raja Dilaut ini membuat saya dan rekan-rekan tidak kepikiran bahwa Desa Sukajadi masih kental dengan hal-hal yang berbau mistis. Hal tersebut baru kami ketahui saat acara penyambutan dari perangkat desa. Saat acara berlangsung, Surya selaku Sekretaris Desa menanyakan kepada kami apakah kami pernah mendapat mimpi buruk saat setelah berapa di desa ini. Pertanyaan itu sontak membuat kami heran. Tak lama setelah itu, dia berpesan kepada kami bahwa kami harus menjaga sikap di desa ini. “Kalian harus tahu pantangan yang ada di desa ini,” pesannya.
Beberapa pantangan tersebut, kata Surya yakni tidak boleh bersiul saat magrib, tidak boleh memukul benda-benda keras saat malam hari, tidak boleh berkata takabur, dan tidak boleh tertawa terbahak-bahak. Sontak hal tersebut membuat saya takut. Apalagi saat malam, saya dan rekan-rekan sering bersenda gurau, ala mahasiswa.
Rasa takut pun semakin parah saat saya melihat bayangan putih di belakang rumah. Ketika saya hendak ke dapur yang pintunya saat itu terbuka, saya melihat bayangan putih melintas di hadapan saya. Tak ada yang menyadari peritiwa tersebut karena saat itu rekan-rekan sedang merayakan ulang tahun salah satu anggota di halaman depan rumah.
Sesaat setelah kejadian itu, saya berpikir ini adalah peringatan karena saat itu kami terlalu heboh padahal sudah larut malam.
Namun, saya teringat akan perkataan yang saya ucapkan sehari sebelumnya. Saat itu saya dan rekan-rekan iseng membahas kebiasaan salah seorang rekan yang sering terbangun di tengah malam dan minta ditemani buang air kecil. Ntah mengapa saat itu saya langsung berkata bahwa saya tidak takut untuk buang air kecil di tengah malam. Perkataan saya itu mungkin sedikit takabur. Sejak kejadian tersebut, saya benar-benar takut ke kamar mandi yang letaknya di luar rumah itu.
Parahnya lagi, bayangan putih tersebut ternyata tak hanya saya yang melihat. Beberapa rekan saya yang lainnya mengaku juga pernah melihat bayangan putih itu, yakni Doni dari Sosiologi dan Ujang dari Teknik Elektronika. Mereka berdua mengaku pernah melihat bayangan putih tersebut namun dalam mimpi. Uniknya, saat bertukar cerita, mereka mengatakan bayangan putih yang mereka lihat dalam mimpi itu sama wujudnya. Awalnya Ujang yang bermimpi melihat bayangan putih tersebut. Malam berikutnya, Doni juga bermimpi halbyang sama namun dalam mimpi itu dia sedang berdua dengan Ujang.
Kisah-kisah mistis lainnya pun saya dengar dari salah seorang warga. Waktu itu saya dan rekan-rekan sekelompok dan kelompok Kukerta lainnya di kecamatan Sukajadi sedang dalam perjalanan dari Sungai Pakning menuju posko. Malam itu kami melaksanakan tabligh akbar, program kerja kecamatan mahasiswa Kukerta UR di kecamatan Bukit Batu.Pria yang berusia sekitar 30anbitu mengatakan, banyak orang-orang di desa ini kapok karena berbicara takabur. Sebagai contoh, di Desa Sukajadi ini terdapat sungai. Kabarnya di sungai tersebut banyak terdapat buaya. Namun, saat berada di sana teman pria tersebut tidak percaya akan keberadaan buaya itu. “Ah, mana mungkin di sini ada buaya,” ujar bapak tersebut menirukan perkataan temannya itu. Beberapa saat kemudian, temannya itu pun melihat mulut buaya sudah menganga di hadapannya.
Mulutmu harimaumu, demikian kata pepatah. Jika diperhatikan petuah tersebut memang benar adanya, termasuk pada kisah-kisah mistis yang di kalangan masyarakat masih menjadi pro kontra. Antara ada dan tiada.***

©dilanovia 01082012 08:21