Beberapa hari belakangan semua media sibuk memberitakan masalah jadi tidaknya konser Lady Gaga digelar di Indonesia. Sama-sama kita ketahui, masalah tersebut muncul karena beberapa pihak tidak menyetujui wanita asal Amerika itu unjuk suara di negara ini karena ditakutkan akan merusak moral bangasa. Penampilan Gaga lah yang menjadi penyebabnya. Penyanyi yang berhasil menyabet lima Gramy Award ini dikenal dengan tampilannya yang eksentrik dan sensasional. Ditakutkan, ketika Gaga tampil dengan gaya khasnya itu, akan mempengaruhi moral bangsa Indonesia yang menyaksikannya.
Well, saya tidak akan membahas tentang itu karena saya rasa media lebih dalam membahas hal tersebut. Yang ingin saya sampaikan di sini adalah analisa saya terhadap pemberitaan Lady Gaga di Metro TV. Tulisan ini tidak bermaksud untuk menjatuhkan citra Metro TV. Tidak ada maksud sedikit pun. It’s Just My Opinion!
Well, setelah melihat beberapa pemberitaan tentang Lady Gaga di Metro TV, saya menilai bahwa pemberitaan Lady Gaga di stasiun tv tersebut cenderung subjektif. Subjektifitas ini lebih terlihat ketika saya menyaksikan program Suara Anda edisi Kamis (17/05). Suara Anda merupakan program acara Metro TV yang menampilkan beberapa berita hangat, memberi kesempatan kepada masyarakat untuk menelpon, dan memilih berita mana yang ingin disaksikan, serta dilanjutkan dengan komentar singkat terhadap berita tersebut.
Beberapa berita yang disuguhkan, dua di antaranya adalah berita tentang Lady Gaga. Yang paling saya ingat adalah berita yang berjudul Lirik Inspiratif Lady Gaga. Berita ini berisi tentang salah seorang blogger memposting tulisan di blognya yang menyatakan bahwa lirik lagu Lady Gaga itu sangat inspiratif.
Nah, berita yang satunya mengenai konser Lady Gaga yang teramcam batal. Isi dari berita tersebut menurut saya terlalu subjektif dan malah menyudutkan pihak kepolisian. “Pemerintah seharusnya memberi kesempatan kepada masyarakat untuk berekspresi”. Seperti itu kira-kira kalimat penutupnya.
Subjektifitas juga terlihat ketika presenter dalam program tersebut berbincang-bincang dengan penelpon. Saat presenter mengajukan pertanyaan, kalimat pertanyaannya saja menjurus ke arah subjektif. “Menurut Anda, apa mungkin moral bangsa rusak akibat menonton konser Lady Gaga yang hanya dua jam?”.
Di sessi terakhir, ada salah seorang penelpon yang mendukung jika konser Gaga batal. Saat penelpon itu mengajukan opininya, presenter tersebut mengajukan pertanyaan sama, “Menurut Anda, apa mungkin moral bangsa rusak gara-gara konser Lady Gaga”. Menurut saya itu bukan pertanyaan yang netral. Jelas sekali ada subjektifitas di dalamnya.
Pada pemberitaan Lady Gaga yang lain pun Metro TV seolah-olah menjadi “kompor” masyarakat. Ikut memanas-manasi masyarakat bahwa penolakan konser Lady Gaga merupakan hal yang tidak tepat. Seharusnya, sebagai media yang notabenenya adalah pengantar informasi dari komunikator (sumber) kepada komunikannya, Metro TV harus bisa memberitakan secara objektif/cover both side.
Secara pribadi, saya setuju dengan apa yang disampaikan pihak kepolisian, FUI, atau MUI. Namun, alasan yang mereka sampaikan memang tidak kuat. Tidak hanya saat konser, sebelum konser pun, dari video klip Lady Gaga saja moral bangsa pun bisa rusak. Nah, saya pribadi melihat bukan masalah moralnya, tapi masalah ideologi masing-masing individu Indonesia (bahkan di negara-negara lainnya) yang secara tidak sadar telah terpengaruh dengan “ideologi” yang dibawa oleh Lady Gaga. Saya percaya, seratus persen percaya bahwa Gaga menganut paham Judaism, Yahudi, dan apa pun istilahnya. Lagu-lagunya banyak mengandung himbauan atau ajaran yang “dihias” secara “cantik” sehingga terdengar seperti lagu pada umumnya. Padahal, di dalamnya terkandung himbauan dari paham tersebut. Tak hanya itu, lihat saja perangkat-perangkat yang ada di video klipnya. Perangkat tersebut merupakan simbolisasi dari paham yang ia anut.
Inilah yang paling berbahaya. Paham-paham yang masuk melalui lagu dan kita sebagai pendengarnya secara terbuka menerima. Berbeda ketika paham komunis masuk ke Indonesia. Bangsa Indonesia sadar dan sangat jelas penolakkannya. Lha kalau sekarang, para penyebar paham-paham sesat semakin cerdik, tidak mau menggunakan cara-cara klasik. Mereka menyebarkan paham secara perlahan tapi pasti menggunakan alat–di mana orang-orang pasti senang dan tidak akan menolak. Seperti halnya lagu atau film.
Banyak yang bilang, “semua tergantung individunya”. It’s OK! Bisa diterima, tapi tidak bisa menjamin. Saya menyebutnya ideologi putih. Ideologi (sesat) yang secara “cantik” menembus alam bawah sadar targetnya dan target tersebut secara terbuka (tidal sadar) menerima ideologi tersebut. Inilah yang harus diwaspadai.[]
©dilanovia 17052012 21:32
► Comments