Memiliki Keturunan yang Shalih

Apabila dalam diri seorang anak berkumpul faktor genetika yang shalih, serta faktor pendidikan yang baik, maka dengan izin Allah akan menghasilkan seorang anak yang memiliki agama dan akhlak terbaik.

Bismillaahirrahmaanirrahiim

Perempuan erat hubungannya dengan baik atau buruknya sebuah generasi. Karena dari rahimnya lah keluar para penerus. Dan di bawah naungannya lah para penerus tadi mendapat pendidikan yang pertama.

Muhammad Quthb berkata, “Seorang anak yang rusak masih bisa menjadi baik selama ia pernah mendapatkan pengasuhan ibu yang baik. Sebaliknya, ibu yang rusak akhlaknya hanya akan melahirkan generasi yang rusak pula akhlaknya.”

Abul Aswad Ad-Duaili berkata kepada anak-anaknya, “Sungguh aku telah berbuat baik kepada kalian sejak kalian masih kecil hingga kalian dewasa bahkan semenjak kalian belum dilahirkan.”

Anak-anaknya bertanya, “Bagaimana cara ayah berbuat baik kepada kami sebelum kami terlahir?”

Beliau menjawab, “Aku telah pilihkan untuk kalian ibu yang mana kalian tidak akan pernah kecewa kepadanya.”

Demikian juga dengan janin. Di samping ia memerlukan seorang ibu shalihah, memiliki agama yang kokoh sehingga mampu menjaga dan memeliharanya ketika masih berada di dalam kandungan serta dapat mewarisi sifat-sifatnya yang mulia. Janin juga memerlukan sosok seorang ayah yang shalih yang menjaga dirinya dan ibunya.

More

Wanita VS Pendidikan Setinggi Langit

wanita dan pendidikan tinggi

Banyak orang memandang sebelah mata terhadap wanita yang ingin mengejar jenjang pendidikan lebih tinggi. “Buat apa? Ingat umur”, “toh ntar kan berkutat di dapur,sumur, kasur juga”, “wanita itu kodratnya menjadi ibu, jadi buat apa kuliah tinggi-tinggi”, dan blah blah blah.

Kadang saya geleng-geleng kepada jika ada yang berkomentar demikian. Mungkin sepintas apa yang dikatakan tersebut terlihat benar. Mungkin juga mereka yang berpikir demikian adalah mereka yang konservatif, old school. Namun, pendidikan tinggi untuk seorang wanita tidak ada salahnya.
Tidak hanya bagi kaum wanita–siapa pun–pria atau wanita yang mengecap pendidikan lebih tinggi tentu mendapatkan manfaat yang luar biasa daripada mereka yang pendidikannya lebih rendah. Undertaking a study in higher education can benefit us in a number of ways.

Universitas menawarkan lingkungan yang kaya akan pengalaman sosial bahkan budaya. Tak hanya itu, orang yang memiliki kualifikasi pendidikan lebih tinggi tentunya memiliki prospek karir yang lebih baik. Mengapa? Karena orang yang memiliki ilmu lebih, bahkan juga pengalaman lebih, sangat berharga bagi perusahaan/institusi. See? Hal ini akan membuka lebih banyak pintu untuk pekerjaan yang lebih baik.

Kodrat wanita menjadi seorang itu memang benar. Tapi jika mengkambing hitamkan “pendidikan tinggi” saya sangat tidak setuju. Apakah jika menjadi ibu, seorang wanita tidak boleh berpendidikan? Apakah seorang ibu harus bodoh? It’s a big wrong. Bahkan seorang ibu haruslah cerdas karena ia adalah the first teacher/madrasatul ula untuk anak-anaknya.

Dulu memang kebanyakan wanita cepat menikah dan tidak berpendidikan bisa-bisa saja membesarkan anak. Tapi, untuk sekarang apakah itu musti diikuti? Saya pribadi tidak setuju. Anak adalah permata berharga yang harus dirawat tidak hanya dari segi fisik, namun juga mental.

ibu mengajarkan anak

Wanita yang memiliki pendidikan “lebih” tentu punya nilai lebih, terutama dalam pola pikir. Bagaimana mereka memandang dunia, bagaimana cara mereka bersikap. Pendidikan membuat mereka lebih membentuk karakter yang berwawasan pendidikan.

And remember what God said. It will exalt those who have knowledge. Ada pula petuah yang pernah saya dengar bahwa orang yang memiliki harta, pemiliknya lah yang akan menjaga harta tersebut. Tapi orang yang memiliki ilmu, ilmu itu lah yang akan menjaga pemiliknya.

Well, especially untuk para wanita, jangan takut jika ingin menuntut ilmu setinggi langit. Yang perlu ditekankan adalah bagaimana menyeimbangkan dunia pendidikan tersebut dengan dunia “pribadi” (keluarga, relationship, dll).[]

Yogyakarta, 17012014

Essay: Ratakan Kesenjangan Pendidikan Kota dan Desa

Essay ini merupakan syarat pengajuan beasiswa Data Print tahun 2011 periode I. Alhamdulillah saya belum dapet. Hehe 😀


Pendidikan, kalau boleh dikatakan tidak hanya membuat orang menjadi cerdas. Tapi mengamalkan kecerdasan itu sesuai dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Apalagi urusan dunia pendidikan tidak sebatas mentransformasi ilmu pengetahuan saja. Pendidikan juga membentuk karakter atau watak siswa menjadi lebih baik dan berkeadaban.

Sayang, tujuan mulia pendidikan tampaknya sangat sulit dirasakan oleh anak-anak yang berada di sudut-sudut negeri ini. Memang, upaya-upaya pemerintah untuk membangun sekolah negeri bertaraf nasional dan internasional sangat didukung. Akan tetapi euforia standar tersebut harusnya tidak mengabaikan pemerataan pendidikan di daerah-daerah terpencil. Hak mendapatkan pendidikan bukan hanya untuk segelintir orang, tetapi merupakan hak asasi seluruh rakyat Indonesia.

Di wilayah Riau yang katanya kaya akan minyak bumi, keadaan sekolah di daerah-daerahnya sangat memilukan. Seringkali hanya memiliki satu SLTP dan SMA. Sementara akses dari satu desa ke desa lainnya sangat jauh dan sarana transportasi seringkali tidak memadai. Hal tersebut diperparah lagi dengan tenaga pendidik yang sangat minim. Bayangkan di Indonesia bagian Timur, dapat dipastikan keadaannya jauh lebih memprihatinkan. Apalagi jika berbicara tentang fasilitas dan tenaga pendidik. Mana jaminan pemerataan pendidikan untuk rakyat kecil?

Tampaknya anggaran pendidikan yang telah ditetapkan oleh penguasa negeri ini belum maksimal. Persentase anggaran pendidikan adalah perbandingan alokasi anggaran pendidikan terhadap total anggaran belanja negara. Sehingga anggaran pendidikan dalam UU Nomor 41/2008 tentang APBN 2009 adalah sebesar Rp 207.413.531.763.000,00 yang merupakan perbandingan alokasi anggaran pendidikan terhadap total anggaran belanja negara sebesar More