Ketika membaca salah satu majalah nasional baru-baru ini, saya menemukan salah satu rubrik yang cukup menarik. Rubrik Seni Rupa namanya. Rubrik Seni Rupa kali itu membahas tentang iklan jenis enamel pada zaman penjajahan Belanda. Jangan keget, Iklan berjenis advertaising board tersebut dibuat antara tahun 1920 dan 1940. Menurut informasi yang saya baca, iklan-iklan tersebut dulunya dipasang di ,jalan dan di toko di berbagai kota di Indonesia.
Nah, dari informasi yang disajikan, saya jadi tahu bagaimana kota-kota kita tempo dulu sudah menjadi pasar bisnis global. Saya juga bisa mendapat pemahaman mengapa ada merk dagang tertentu yang begitu meresap dalam kehidupan kita, sampai saat ini.
Contohnya saja sabun cuci Sunlight, obat mata Rohto, bumbu masak Vetsin, mentega Blue Band, ban mobil Dunlop, oli mobil Texaco, susu Cap Nona, cokelat Van Houten, lampu bohlam Philips, minyak rambut Brycreem. Produk-produk tersebut ternyata telah ada dari zaman dulu! Dapat kita bayangkan bahwa sejak dulu kita telah menjadi target pasar!
Enamel berasal dari Eropa. Enamel merupakan papan iklan yang pembuatannya dari logam yang dilapisi keramik dan memalui proses pembakaran seperti halnya keramik, dan kemudian dicat. Selain itu, lapisan warna di enamel, pembuatannya seperti porselen yang harus menggunakan pemanasan tingkat tinggi. Tak heran jika daya tahan enamel cukup tinggi.
Hal yang membuat saya kagum adalah pada zaman itu pembuatan iklan-iklan tersebut dilakukan di Eropa, tapi desainnya secara khusus disesuaikan dengan kondisi di Indonesia. Rata-rata iklan tersebut di buat di Jerman, Belanda, dan Inggris. Menarik membayangkan di Eropa sana mempengaruhi konsumen Indonesia tempo dulu dengan desain lokal ala Indonesia. Contohnya iklan Badjoe Kaos no satoe Tjap Wajang. Dalam iklan tersebut ada gambar wayang. Bayangkan saja desain wayang tersebut di buat di Eropa! It’s Cool! 😀
Bila kita bandingkan dengan desian iklan kontemporer, desain dan komposisi warna enamel ini juga tidak kalah. Advertaising zaman Batavia didominasi oleh warna kuning, merah, oranye, dan hijau. Variasi hurufnya juga sangat mengesankan. Pada tahun 1980an, di Indonesia, orang-orang penggemar advertaising belajar aneka huruf dengan rugos, sementara di era Batavia variasi huruf sudah sedemikian kaya. Unsur bahasa dari iklan tempo dulu ini juga luar biasa. Sebuah iklan bisa membidik calon konsumennya melalui tiga bahasa. Misalnya iklan Beck Beer. Di samping kata Becks Beer, ada juga kata Tjap Kunci dan huruf-huruf Cina.
Ada juga iklan sebuah bank yang bernama Postpaarbank. Desainnya kreatif, berlatang belakang kuning, ada seekor anjing herder menjaga sebuah kotak besi (saya rasa kamu mengerti apa makna dibalik gambar tersebut). Tertera dalam iklan itu campuran bahasa Belanda dan Melayu. Uw Geld is Toch Veiliger Bu De: Tetapi Oeang Toean Lebih Aman. Wah, sangat-sangat menarik!
Sayangnya, penelitian yang serius tentang iklan-iklan zaman Batavia ini belum ada. Bahkan, orang-orang iklan saja cuek terhadap iklan enamel ini. Belum tentu mereka tahu akan hal ini, bukan? Yang mereka tahu adalah bagaima mendesain iklan semenarik mungkin tanpa pernah ingin memahami bagaimana proses pekerjaan yang ia geluti tersebut berkembang di negaranya. Sangat bagus tentunya jika ada mahasiswa yang meneliti tentang iklan-iklan enamel ini, penelitian tersebut dapat menambah kekayaan pengetahuan tentang sejarah periklanan di Indonesia.
Sepertinya ini adalah tugas mahasiswa Ilmu Komunikasi untuk meneliti perihal iklan enamel ini. Semoga tulisan ini dapat menumbuhkan ide bagi pembaca, khususnya mahasiswa ilmu komunikasi yang sedang menyusun skirpsi atau tesis. Semoga tulisan ini menjadi inspirasi bagi Anda.
This post inspirated by Tempo
► Comments