Essay: Ratakan Kesenjangan Pendidikan Kota dan Desa

Essay ini merupakan syarat pengajuan beasiswa Data Print tahun 2011 periode I. Alhamdulillah saya belum dapet. Hehe 😀


Pendidikan, kalau boleh dikatakan tidak hanya membuat orang menjadi cerdas. Tapi mengamalkan kecerdasan itu sesuai dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Apalagi urusan dunia pendidikan tidak sebatas mentransformasi ilmu pengetahuan saja. Pendidikan juga membentuk karakter atau watak siswa menjadi lebih baik dan berkeadaban.

Sayang, tujuan mulia pendidikan tampaknya sangat sulit dirasakan oleh anak-anak yang berada di sudut-sudut negeri ini. Memang, upaya-upaya pemerintah untuk membangun sekolah negeri bertaraf nasional dan internasional sangat didukung. Akan tetapi euforia standar tersebut harusnya tidak mengabaikan pemerataan pendidikan di daerah-daerah terpencil. Hak mendapatkan pendidikan bukan hanya untuk segelintir orang, tetapi merupakan hak asasi seluruh rakyat Indonesia.

Di wilayah Riau yang katanya kaya akan minyak bumi, keadaan sekolah di daerah-daerahnya sangat memilukan. Seringkali hanya memiliki satu SLTP dan SMA. Sementara akses dari satu desa ke desa lainnya sangat jauh dan sarana transportasi seringkali tidak memadai. Hal tersebut diperparah lagi dengan tenaga pendidik yang sangat minim. Bayangkan di Indonesia bagian Timur, dapat dipastikan keadaannya jauh lebih memprihatinkan. Apalagi jika berbicara tentang fasilitas dan tenaga pendidik. Mana jaminan pemerataan pendidikan untuk rakyat kecil?

Tampaknya anggaran pendidikan yang telah ditetapkan oleh penguasa negeri ini belum maksimal. Persentase anggaran pendidikan adalah perbandingan alokasi anggaran pendidikan terhadap total anggaran belanja negara. Sehingga anggaran pendidikan dalam UU Nomor 41/2008 tentang APBN 2009 adalah sebesar Rp 207.413.531.763.000,00 yang merupakan perbandingan alokasi anggaran pendidikan terhadap total anggaran belanja negara sebesar Rp 1.037.067.338.120.000,00. Pemenuhan anggaran pendidikan tersebut di samping untuk memenuhi amanat pasal 31 ayat (a) UUD 1945, juga dalam rangka memenuhi putusan Mahkamah Konstitusi tanggal 31 Agustus 2008 Nomor 13/PUU-IV-2008.[1]

Keputusan tersebut merefleksikan bahwa penyediaan hak atas pendidikan adalah kewajiban pemerintah. Namun, bagaimana nyatanya? Masih banyak tunas-tunas bangsa ini yang haus akan buku-buku dan segala armada untuk memburu ilmu. Pemerintah harusnya segera mengatasi kesenjangan pendidikan di tanah air dengan memberikan kemudahan akses bagi seluruh masyarakat agar mendapatkan pendidikan yang layak. Jika persoalan ini terus dibiarkan, sama artinya pemerintah mempertahankan kemiskinan. Apalagi kesenjangan pendidikan kian melebar akibat krisis ekonomi.

Mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan atau berada di daerah terpencil selalu kesulitan dalam mengakses pendidikan sehingga kualitas pendidikannya sangat rendah. Sebab mereka yang terpencil sekolah dengan fasilitas apa adanya, sedangkan yang berada di kota-kota besar selalu diunggulkan dalam sekolah favorit. Dengan posisi seperti itu, bagaimana mereka yang hidup terpencil mau bersaing meningkatkan taraf ekonominya?

Sungguh ironis memang melihat kesenjangan pendidikan ini menjadi momok menakutkan bagi bangsa Indonesia dari tahun ke tahun. Baik dari kualitas tenaga pengajar, fasilitas, sarana prasarana, hingga siswa-siswa yang akan menjadi generasi penerus bangsa.

Peran pemerintah amat penting. Pemerintah harus semaksimal mungkin merapatkan kesenjangan pendidikan yang ada. Mengatur pemerataan kualitas pendidikan, mulai dari tenaga guru hingga fasilitas yang dengan sendirinya akan menciptakan kesetaraan antarasekolah di negeri tercinta ini. Sehingga tunas-tunas harapan bangsa bisa mendapatkan apa yang menjadi hak mereka. Sesuai amanah UUD 1945 yang secara filosofis merupakan petunjuk jalan menuju masyarakat Indonesia yang madani.***

 


[1] Azas Tigor Nainggolan, Omong Kosong (Iklan) Sekolah Gratis, diakses dari http://www.facebook.com/topic.php?uid=90384387153&topic=9415

1 Comment (+add yours?)

  1. Trackback: Fenomena Sosial dalam Foto dan Gambar - Subagio Waluyo -

Leave a comment