Hakikat Kaya

Hakikat “kaya” itu bukan terletak pada banyaknya harta, namun hakikat “kaya” sesungguhnya terletak pada banyaknya AMALAN. Karena yang dibawa mati bukan harta, tapi amal sholeh.

Oleh karena itu, Rasullullah mengatakan kepada para sahabat tentang orang yang “muflis” alias orang yang bangkrut. Orang yang bangkrut bukanlah orang yang tidak memiliki harta atau orang yang banyak hutang.

Namun, orang yang bangkrut adalah orang yang di akhirat membawa banyak amalan tapi amalan tersebut habis ia berikan kepada orang lain akibat kezoliman yang ia lakukan di dunia (mencaci orang, memfitnah orang, memakan harta orang lain, menumpahkan darah, dan memukul orang lain). Jika amalan tersebut belum mampu membayar dosa-dosanya tersebut, maka dosa orang yang ia zalimi akan ditimpakan kepadanya. Setelah itu dia dimasukkan ke neraka. Na’udzubillahi mindzalik!

*disarikan dari Kajian Ust. Abu Ihsan Al-Atsary di Masjid Nurul Amal, Pasar Minggu Jakarta Selatan.

Tambahan penulis…

Dari hal tersebut kita dapat mengambil ibrah bahwa pentingnya menjaga hubungan dengan sesama makhluk (hablumminanaas). Janganlah kita terlibat perkara dengan manusia lain dan perkara tersebut belum tuntas di dunia sehingga menyulitkan kita nantinya di akhirat. Seperti hutang, mencaci-maki, ghibah, mencuri, dan lain sebagainya.

Subhanallah, betapa beratnya berurusan dengan makhluk! Jika kita bermaksiat dengan Allah al Jabbar, kita bisa memohon ampunan, maaf, dan bertaubat. Dan sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penerima Taubat. Tapi, lain hal jika berurusan dengan manusia. Manusia (dengan segala kekurangan) banyak yang sulit memaafkan kesalahan orang terhadapnya. Lisannya boleh berucap “oke, saya maafkan”, namun hatinya tidak ikhlas, perkara tersebut tidak pernah sirna dari ingatannya. Subhanallah, sungguh manusia itu lemah sekali.

Oleh karena itu, (nasihat untuk diri saya pribadi khususnya), penting sekali bagi kita agar dapat menjaga hubungan baik dengan sesama manusia. Jika memang kita pernah berbuat salah, maka tuntaskan perkara tersebut di dunia. Jika orang yang pernah kita zalimi sudah wafat atau benar-benar lost contact, maka doakan yang terbaik untuknya kepada Allah. Jangan sampai kita menjadi orang yang muflis. Na’udzubillahi min-dzalik. Semoga Allah tidak menggolongkan kita sebagai orang-orang muflis di akhirat kelak. Aamiin.[]

©noviafaradila 30092018 1313

Today is the Day When Someone Gives A Kindness Advice is Completely Bullied!

I think you have known what I want to share on this post from the title I wrote above.

Well, ceritanya saat instagram-ing saya nggak sengaja ketemu postingan salah satu artis yang pakaiannya (menurut saya) sexy banget untuk adat dan norma masyarakat Indonesia. Nah, salah satu netizen berkomentar bahwa gimana jadinya kalau kita nanti dipanggil oleh yang Maha Kuasa namun kita belum sempet menghapus foto-foto seksi kita. Yah, initinya jadi dosa jariyah lah.

As you know, kalau ada yang kasih komentar seperti itu DIZAMAN INI pasti deh komentar lain bertubi-tubi datang menyerang. Sekilas yang saya baca, ada yang bilang “sok suci” lah, “berisik” lah, “nyinyir” lah, dan yang paling banyak komentarnya adalah “urus aja diri lo sendiri”.

*Geleng-geleng kepala*

Antara prihatin, sedih, dan kecewa. Ada orang yang kasih saran baik, namun dibalas dengan hate speech, bullied, caci-maki. Sungguh benar perkataan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa zaman ini adalah zaman fitnah. Generasi saat ini adalah generasi akhir zaman yang penuh dengan fitnah.

Mungkin banyak di antara kita yang mengalami hal semacam ini. Saling menasehati dalam kebaikan, namun orang-orang yang–mungkin mereka belum paham (berilah udzur kepada saudaramu) malah memandang sinis bahkan aneh apa yang kita sampaikan.

Dan… Tidak ada jalan yang paling baik dalam menghadapi mereka selain diam. Diam bukan berarti kalah, diam saat dicaci adalah tanda orang berakal. Dan diam alias tidak menjawab orang yang bodoh itu sendiri adalah sebuah jawaban. 🙂

“Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh.” (Al-A’raf: 199)

“Dan apabila mereka mendengar perkataan yang buruk, mereka berpaling darinya dan berkata, “Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amal kamu, salam bagimu, kami tidak ingin (bergaul) dengan orang-orang bodoh.” (Al-Qashas: 55)

Semoga Allah Tabaraka wa Ta’ala selalu memberikan hidayah kepada kita, merahmati, dan menaungi kita dalam kebaikan.

©Novia Faradila 25092018

Sarat Makna

Saya selalu yakin, haqqul yaqin, bahwa inci demi inci jalan kehidupan yang telah Allah tetapkan mengandung banyak sekali ibroh, bagi yang mau memikirkan dan menghayati. Tidak ada yang sia-sia atau sekedar mampir layaknya iklan-iklan yang ada di layar kaca.

Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah Yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas ´Arsy untuk mengatur segala urusan. Tiada seorangpun yang akan memberi syafa´at kecuali sesudah ada izin-Nya. (Dzat) yang demikian itulah Allah, Tuhan kamu, maka sembahlah Dia. Maka apakah kamu tidak mengambil pelajaran? (QS. Yunus: 3)

Dan apa saja yang diberikan kepada kamu, maka itu adalah kenikmatan hidup duniawi dan perhiasannya; sedang apa yang di sisi Allah adalah lebih baik dan lebih kekal. Maka apakah kamu tidak memahaminya? (QS. Qashash: 60).

Selama lebih kurang tujuh bulan ini saya mendapat pengajaran sekaligus ujian yang luar biasa dari Allah Azza wa Jalla. Pelajaran yang tidak akan pernah ditemukan di bangku sekolah atau kuliah. Dari kejadian demi kejadian, hari demi hari yang saya lewati selama lebih kurang tujuh bulan belakangan banyak mengajarkan saya bagaimana seharusnya seorang muslimah itu mengelola sikap bahkan perasaannya.

Alhamdulillah, apa yang ditetapkan oleh-Nya sungguh bermakna. I can’t say anything anymore, I just wanna praise God. Alhamdulillah. Alhamdulillah. Alhamdulillah.[]

Dihari Jumat yang penuh berkah, 21092018

❤ Dila

Ista’jala Syai-an

Pelan-pelan-Saja-Jangan-Tergesa-gesa...

Sungguh, fitnah yang datang setelah sebuah “proses” menunjukkan arah yang jelas, jauh lebih berbahaya ketimbang sebelumnya. Saya katakan demikian, hanyalah menyampaikan ulang perkataan serupa, sebagaimana yang telah dikatakan oleh orang-orang sebelum saya yang jelas lebih baik keilmuannya. Pun lagi, mereka telah mengalami.

Sebuah pernyataan yang sangat boleh jadi benar adanya.

Jelas, setelah “proses” itu menunjukkan titik terangnya, maka tentu saja hati memiliki kecenderungan untuk bersandar. Padahal, ia tetaplah menjadi sesuatu yang belum halal baginya untuk dijadikan sandaran.

Maka untuk hal ini, tanpa saya tanyai, menjelang ashar hari itu, Mas Arif – rekan saya yang beristrikan perempuan berkewarganegaraan Australia – berkata: “Ketika dulu ana masih dalam proses sebelum menikah, seorang ikhwan yang mulia memberi ana nasihat yang senada dengan ini. Dia memperingatkan ana untuk menjaga batas-batas yang syar’i. Bahkan meskipun tanggal pernikahan telah diputuskan, seorang wanita tetaplah haram bagi calon suaminya sampai akad nikah diikrarkan.

Ada sebuah qa’idah dalam Islam yang berbunyi, “manis-ta’jala syai-an qabla awanih, ‘uqiba bihirmanih.” Barangsiapa yang terburu-buru mendapatkan sesuatu sebelum saatnya, maka ia dihukum dengan diharamkan atasnya.

Bersabarlah, jangan sampai ketergesa-gesaan menyebabkan kita dimurkai Allah dan ditimpa hukuman-Nya. Bisa saja sesuatu terjadi sehingga pernikahan itu diharamkan untuk terlaksana. Bisa saja pernikahan itu terjadi namun pelakunya diharamkan atas barokahnya. Sungguh sebuah kerugian yang besar dan kita berlindung kepada Allah dari hal tersebut.

Apalagi dengan sepasang ikhwan dan akhawat yang sedang menjalani proses ta’aruf. Tidak ada jaminan bagi mereka bahwa dia yang saat ini sedang dikenali adalah jodoh yang diberikan oleh Illahi. Sabar dan istighfar adalah hal yang harus terus diazamkan di dalam hati. Jangan pernah merasa sudah aman dan memiliki sehingga bermudah-mudah dalam berinteraksi.

Bersabarlah, buah yang manis tak akan tumbuh dari pohon yang busuk. Hasil yang baik tak akan didapat dari cara yang buruk. Sungguh kehidupan dunia itu hanya sebentar sedangkan akhirat itu kekal. Maka mengapa kita korbankan sesuatu yang abadi demi perkara yang fana, mengapa kita tukar kebahagiaan yang hakiki dengan sepercik fatamorgana. Dan biarkanlah tinta-tinta takdir menjalankan titah Rabb-Nya yang agung.

Dan kepada engkau wahai hati, bersabarlah…

Disadur dari Akhi Ahmad Alfarisy via @ikhwan_solo

Baarokallohu fiikum

©Novia Faradila 09092018 0623

Ta’liful Qulub

Mengikhlaskan itu lebih menenangkan. Tak perlu bergelut dengan dendam atau cacian. Merelakan setiap yang dirasa itu lebih menyenangkan. Tak perlu sesak menerpa atau gundah merana. Terjatuh, tergores, dan terluka itu sakit. Tetapi ketika senyum yang kita beri, maka biarkan hati yang menjalankan fungsi.
Mengeluarkan keimanan di dalam hati. Menggambarkan kita sebagai seorang mengontrol emosi. Sebab, sabar tiada jeda dan air mata kan terus ada.
Sebab ujian kan terus dirasa. Maka damaikan semua dengan iman dan taqwa.
Kita semua bukan bidadari surga,
Bukan pula malaikat yang tak pernah alpa,
Tetapi manusia yang penuh dengan potensi dosa.
Tapi ingatlah akan apa yang kita miliki hari ini. Semua potensi telah Dia beri
Maka tugas kita menyelaraskan potensi dengan semua ketentuan dan ketetapan Ilahi.
Mengeluhlah, menangislah, dan tersungkurlah di hadapanNya
Karena kesulitan kita hanya pantas dilihat olehNya.
Beban dan ujian hanya Allah kuncinya.
Berbagi dan ceritakan semua kepadaNya.
Qolbu… Kaulah penguat gerakan.
Lisan… Kaulah yang menjadi cerminan.
Laku… Kaulah tanda kekuatan.
Semoga Allah selalu menjaga kita dalam lingkar iman dan taqwa.

Seluas apapun ujian. Seberat apapun cobaan. Tetaplah iman yang kita simpan.[]

Dikutip dari kajian berjudul Ta’liful Qulub (Keterikatan Hati) oleh Bunda Rochma Yulika

©Novia Faradila 09092018 0623