Pro Kontra Pakaian Bekas

Pro kontra pakaian bekas sudah menjadi topik yang berulang kali dibahas. Pemerintah melarang peredaran pakaian bekas dengan alasan merusak pasar dalam negeri. Sementara, masyarakat penyuka pakaian bekas beralasan bahwa kualitas pakaian bekas jauh di atas kualitas pakaian baru “made in Indonesia”. Harga pakaian bekas pun worth to buy.

Jujur, dulu saya penyuka barang bekas, baik itu pakaian, tas, atau sepatu. Bahkan, jika saya sedang berada di kota tertentu, saya selalu menyempatkan diri menelusuri pasar pakaian bekas di kota itu. Seperti pasar pakaian bekas di Pasar Atas Bukittinggi, monja di Medan, toko-toko pakaian bekas di Yogyakarta, lapak-lapak pakaian bekas di Pasar Senen, Jakarta, bahkan waktu ke Kuala Lumpur pun saya sempat window shopping di lapak pakaian bekas di sana (saya lupa nama areanya). Kalau di Pekanbaru, nggak perlu ditanyakan lagi. Gue sampai hafal sudut-sudut Pasar Kodim. Hehehe…

Teman-teman di kampus pun mengetahui kalau saya suka beli baju PJ (istilah baju bekas di Pasar Kodim). Malu? Nggak, saya ngga malu. Bahkan mereka ikut terpengaruh beli baju PJ juga haha… I hope it doesn’t have a bad influence on you guys 😀

More

Profesionalupa

Mungkin ini the worst experience yang saya alami. Pengalaman vermak baju yang bikin geleng-geleng kepala. Padahal selama ini para tukang jahit yang saya temui  cukup baik, baik dalam pekerjaan, baik dalam pelayanan, dan baik dalam harga. Hehe.. Tapi kali ini tidak.
Yah… sebut saja namanya Mr. Taylor. Honestly, saya sangat kecewa dengan beliau. Baju yang harusnya selesai di vermak hari Rabu, malah belum dikerjakan hingga saat saya menjemputnya, hari Jumat. Padahal saat saya mengantar baju tersebut, si Mr. Taylor bertanya kapan saya akan menjemput. Ya, saya bilang saja hari Rabu (saat itu hari Senin). Yang membuat saya yakin bahwa he’s my next taylor adalah dia mengatakan, “Oh, Rabu, masih lama, bisa lah”. Seketika itu saya senang sekali bahwa saya telah menemukan tempat jahit langganan baru.
But, today I really really disappointed. Si Mr. Taylor yang kepedean baju saya akan selesai hari Rabu kemarin, malah belum dikerjain hingga saat saya jemput. Dengan muka tanpa bersalah, dia malah meminta saya untuk datang lagi nanti sore. What the hell. Kalau tempatnya deket sih saya nggak keberatan, tapi ini lumayan jauh, sodara-sodara.
Sigh! Penilaian saya yang tinggi terhadap si Mr. Taylor langsung hancur tercerai-berai menjadi butiran abu. Yang bikin kuping ini panas adalah dia mengkambing hitamkan “lupa” atas ketidakprofesionalannya. “Yah, namanya manusia, ada lupanya”. Oh, my God. Iya, salah satu fitrah manusia adalah punya sifat lupa. But, wait, kalau untuk kerjaan, apalagi ini menyangkut service, jasa, layanan, dan apalah itu namanya, saya pikir, lupa is the worst thing for your unprofessional. Apalagi pas di awal dijanjiin yang manis-manis. Pantas saja, saya sedikit heran dan cukup khawatir, mengapa ukuran yang saya inginkan untuk divermak tidak dicatat langsung olehnya. Si Mr. Taylor hanya menandainya di baju menggunakan semacam batu apalah namanya yang biasa digunakan para penjahit. Dan kekhawatiran itu terbukti. Baju saya dianggurin begitu saya selama empat hari. Hiks…
Well, dari kejadian ini, I just wanna hope bahwa kalau nanti nih siapa tahu di antara kita ada yang buka layanan jasa, ntah itu jahitan, transportasi, bengkel, atau lainnya, be professional, please. Jangan mengkambinghitamkan apa pun atas kelalaian kita. Apalagi bawa-bawa fitrah manusia. Yah, pelanggan juga pintar. Mereka bisa bedakan, mana yang benar-benar lupa, mana yang tidak profesional.[]

©dilanovia 0509205 01:08