Tholabul Ilmi: Curhat Dosen dan Adab Para Ulama

Namun, yang  hilang saat ini adalah KEBERKAHAN ilmu karena para penuntutnya tidak lagi MEMULIAKAN ilmu dan tidak memiliki ADAB sebagaimana adab para penuntut ilmu terdahulu.

Bismillaahirrahmaanirrahiim

Tema ini sudah lama menggelitik pikiran saya. Sudah lama ingin saya tuangkan dalam bentuk tulisan. Terutama sejak mengikuti Kajian Kitab Tazkiratussami’ wal Mutakallim fii ‘Adabil ‘Alim wal Mutakallim tahun 2018 silam. Kitab tersebut benar-benar membuka pikiran saya mengenai adab dalam menuntut ilmu, khususnya ilmu agama yang sungguh mulia tingkatannya.

Terlebih lagi… Tahun demi tahun… Saya pribadi melihat bagaimana para penuntut ilmu (baik ilmu umum atau ilmu syar’i) saat ini begitu mudah merendahkan ilmu dan kurang menghargai para pengajar ilmu. Tentunya saya bukan penuntut ilmu yang sempurna. Demi Allah, jauuhh… Jauh dari itu semua. Bahkan mungkin saya banyak kesilafan saat berada di dalam majelis ilmu 😔. Untuk itu saya membuat tulisan ini, sebagai pengingat khususnya untuk diri saya pribadi.

Pertama saya mau menceritakan pengalaman beberapa teman yang berprofesi sebagai pengajar (dosen). Mereka mengeluhkan bagaimana perilaku mahasiswa saat ini yang suka semena-mena. Salah satunya adab saat menghubungi mereka via telfon.

Lalu ada juga pengalaman seorang dosen senior (tahun 2023 beliau akan pensiun, insyaallah, jadi kebayangkan betapa senior dan berpengalamannya beliau 😊). Beliau satu halaqoh tahsin dengan saya. Di suatu kesempatan beliau bercerita betapa rusaknya adab dan perilaku, serta lemahnya kreatifitas mahasiswa saat ini.

“Dulu mahasiswa kalau bimbingan skripsi, dikasih poin-poin saja mereka mampu mengembangkan sendiri, kalau sekarang benar-benar harus dijelaskan bahkan kita pula yang membuatkan penjelasannya,” cerita beliau. Bahkan, menurut beliau yang sebagai dosen Fakultas Pertanian, ada mahasiswa yang saat bimbingan tidak tahu arti fotosintesis itu apa. Padahal fotosintesis merupakan aktivitas inti dari tumbuhan dimana mahasiswa Pertanian selayaknya sudah” khatam” akan hal tersebut.

More

Hakikat Orang Berilmu

HAKEKAT ORANG BERILMU BUKAN YANG BANYAK KITABNYA

Imam al-Barbahari rahimahullah berkata : “Ketahuilah, semoga Allah merahmatimu sesungguhnya ilmu bukanlah diraih semata-mata dengan memperbanyak riwayat dan kitab. Sesungguhnya orang yang berilmu (yang hakiki) adalah yang mengikuti Ilmu dan Sunnah, meskipun ilmu dan kitabnya sedikit. Dan barangsiapa yang menyelisihi al-Kitab dan as-Sunnah, maka dia adalah penganut bid’ah, meskipun ilmu dan kitabnya banyak.” (Da’a’im Minhaj Nubuwwah, hal. 163).

Semoga Allah memberikan kepada kita ilmu yang bermanfaat walaupun sedikit ilmu yang kita miliki, dan Allah menjauhkan kita dari sifat sombong sehingga merendahkan orang lain karena banyaknya ilmu yang kita miliki.

Allahu Musta’an

GALAU

rain-drops-336527-300x225

Beberapa dekade belakangan ini kata galau begitu populer dan selalu identik dengan perkara asmara. Apa-apa galau, dikit-dikit galau. Lagi suka, galau. Lagi patah hati, galau. Well, mungkin kita akan merasa malu, setelah mengetahui galaunya para salafus sholeh itu seperti apa…..

Imam At-Tirmidzi, beliau menangisi amalan-amalannya hingga buta menjelang akhir hayatnya. Kendati beliau seorang ulama hadist, tetap saja beliau merasa sangat kurang dalam beramal dan sangat banyak dosanya, hingga tak kuasa menahan tangisnya.

Imam An-Nawawi, beliau khawatir begitu banyak amanat ummat yang dibebankan kepadanya, hingga beliau tidak berkesempatan menikmati surga dunia, yakni menikah.

Bilal bin Rabbah, tidak ingin lagi mengumandangkan adzan setelah wafatnya Rasulullah karena tidak kuasa menahan tangisnya yang jusru akan membuatnya semakin rindu kepada Rasulullah.

Galau karena dilanda asmara itu receh! Itu terlalu kekanak-kanakan. Simpan galaumu untuk memikirkan kondisi umat yang semakin dilanda keterpurukan.

Disarikan dari buku yang berjudul #mngrskntgskl

Jakarta, 14012019

❤ Dila

“Zulaikha” dan Aib Manusia

images (2)226350474..jpg

Dalam sebuah acara di masjid Sunda Kelapa seorang ustadz bercerita tentang Nabi Yusuf a.s.

Di tengah-tengah cerita, beliau bertanya kepada jama’ah, “Siapa nama perempuan yang menggoda Nabi Yusuf?

“Zulaikha,” jawab jama’ah kompak….

“Dari mana tahunya bahwa nama perempuan itu Zulaikha? Allah tidak menyebutnya dalam Qur’an.”

Refleks jama’ah menjawab, “Dari hadits.”

Hadits mendukung kisah yang ada dalam Qur’an dengan lebih detil…

“Mengapa Allah tidak menyebut nama Zulaikha dalam Qur’an?”

Semua jama’ah diam. Sang ustadz melanjutkan penjelasannya…

“Karena perempuan ini MASIH MEMILIKI RASA MALU. Apa buktinya bahwa ia masih memiliki rasa malu? Ia menutup tirai sebelum menggoda Yusuf. Ia malu dan tidak ingin ada orang lain yang tahu tentang perbuatannya. Dan Allah menutupi aib orang-orang yang masih memiliki rasa malu di hatinya, dengan tidak menyebut namanya dalam Qur’an.”

Betapa Allah Maha Baik. Tak hanya sekali, namun berulang kali Allah menutup dosa-dosa kita. Hanya karena masih memiliki rasa malu, Allah tidak membuka identitas kita.

Pernahkah ada seseorang yang nampak baik di hadapan orang lain? Apakah benar orang itu baik atau ia tampak baik karena Allah menutup aibnya? More

ILC TVOne – LGBT, Sebuah Review

Dalam beberapa waktu belakangan, TVOne setidaknya telah dua kali membahas tentang LBGBT. Pertama, sekitar tanggal 19 Desember 2017 dan kali keduanya yakni hari ini 23 Januari 2018.

Hal-hal yang menarik bagi saya selama menyaksikan tanyangan tersebut adalah hukuman yang dijatuhkan kepada seseorang yang ‘mengidap’ LGBT JIKA menyangkut salah satu dari empat aspek. Keempat aspek tersebut antara lain jika dilakukan ditempat umum, jika dilakukan sebagai ajang promosi (dua aspek lagi saya lupa). Namun, intinya yang saya tangkap dari RUU KUHP tentang LGBT ini adalah ‘LGBT’ pada prinsipnya tetap dilegalkan asalkan tidak tersangkut empat aspek itu.

Nah, hal inilah pulalah yang ditangkap oleh Armando yang notabene pro LGBT. Dengan wajah riang gembira dia mengatakan bahwa jika konteksnya seperti itu, dia juga setuju. Bahkan, dia menyatakan ke rekan sebelahnya Merlyn Sopjan yang homoseksual untuk tidak perlu khawatir.

Selama ini mereka khawatir jika LGBT ini 100% ditolak karena hal tersebut bertentangan dengan HAM, dan lain-lain. Namun, jika ada syarat-syarat tertentu (satu dari empat aspek tadi) tidak terpenuhi ya otomatis LGBT tetap sah–asalkan ga terang-terangan dilakukan di tempat umum–begitulah bahasa kasarnya.

Saya malah jadi khawatir RUU KUHP tentang LGBT ini hanya menjadi ‘topeng’ belaka. Aspirasi masyarakat untuk stop LGBT seutuhnya belum terwujud. LGBT masih bebas berkeliaran ‘asalkan’ tidak menyinggung empat syarat tadi. Bukankah ini pemelintiran belaka? Karena masih ada syarat-syarat tersubung di dalamnya.

Ini sama halnya seperti iklan atau promo di pusat-pusat perbelanjaan. For example: you can buy vegetable oil for $15 if your total purchases are $100. Yahh… Ini mah sama aja diskon bersyarat. Begitu juga dengan LGBT. Penolakan LGBT tapi bersayarat.

Hakikat penolakan LGBT ini belum benar-benar terang, menurut saya. Malah ini menjadi angin segar bagi mereka yang pro LGBT untuk tetap eksis asalkan nggak terlihat, nggak show off, nggak pamer, nggak terang-terangan melakukan promosi LGBT, dan nggak melakukan tindakan ‘buka-bukaan’ lainnya.

Jujur, saya masih khawatir…

Ada tanggapan?

Previous Older Entries