Menjadi Jurnalis: Pendidikan Jurnalisme & Budaya Jurnalisme (Matakuliah Kapita Selekta Jurnalistik)

PENTING!
SILAHKAN COPY PASTE TULISAN INI, NAMUN SERTAKAN SUMBER LENGKAPNYA
(Penulis, Judul, URL, Waktu Akses)
JADILAH PELAJAR YANG BERTANGGUNG JAWAB DAN MENGHARGAI KARYA ORANG LAIN
SAY, NO TO PLAGIAT!

Tulisan ini merupakan ringkasan artikel yang berjudul “Becoming a Journalist: Journalism Education and Journalism Culture (Vol. 2),” yang ditulis oleh Simon Frith dan Peter Meech tahun 2007. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi pembaca.

Dalam abstraksinya, Frith dan Meech menyebutkan bahwa artikel ini melaporkan survei terhadap lulusan program jurnalistik di Skotlandia. Hasil survei tersebut, yakni:

1)      Gelar jurnalistik merupakan modal efektif untuk karir jurnalistik;

2)    Lulusan jurnalistik menyerap berita-ruang kultur tanpa kesulitan, sampai sebatas mendiskontokan nilai pelatihan “akademis” jurnalistik mereka.

Artikel ini berangkat dari fenomena di mana dalam 30 tahun terakhir telah terjadi transformasi cara pandang orang-orang muda di Inggris terhadap kewartawanan. Jurnalisme tidak hanya menjadi pekerjaan, namun  terjadi peningkatan yang stabil di bidang jurnalisme dalam hal kursus-kursus dan sejenisnya. Hal tersebut disambut skeptis oleh wartawan karena menurut meraka, universitas tidak cocok mempersiapkan pendatang baru ke realitas jurnalisme sebagai pekerjaan.

Dalam studi tahun 1992 terhadap pers Inggris: The Good, the Bad and Unacceptable, Firth dan Meech mengutip penelitian yang dilakukan oleh Raymond Snoddy. Snoddy menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara Inggris dan Amerika dalam cara pandang kedua negara ini terhadap jurnalisme. Amerika meletakkan jurnalistik secara serius. Satu alasan untuk ini, Snoddy menyatakan:

. . . sebagian besar wartawan Amerika masuk ke sekolah jurnalistik dan sebagai hasilnya, jurnalistik memiliki tradisi lebih akademis. Di Inggris, meskipun jumlah lulusan meningkat, banyak wartawan masih hanyut dalam pekerjaan dan menggabungkan pembelajaran ke dalam pekerjaan dengan pelatihan paruh waktu. (Snoddy, 1992: 153-4).

Artikel Frith dan Meech ini merupakan kontribusi penting untuk memahami profesi di mana jurnalisme digambarkan dan dibangun. Mereka fokus pada wartawan lulusan dari universitas dan pindah ke industri dan menyoroti bahwa:

“Not only has journalism become a graduate occupation but there has also been a steady increase in the number of university journalism courses and degrees.” (2007: 137).

“Jurnalisme tidak hanya menjadi pekerjaan para sarjana, tetapi telah terjadi peningkatan stabil dalam jumlah kursus jurnalistik universitas dan sederajat.” (2007: 137).

Frith dan Meech meringkas komentar dari tahun 1998 hingga 2003 dari edisi The Guardian Media Guide yang menggambarkan wacana dan hak istimewa job training: Sebagian wartawan lebih cenderung setuju dengan Roger Scruton yang mengatakan: Tidak ada yang benar-benar mau belajar kecuali dengan cara magang pada pekerjaan (2007: 140). Lebih luas, konteks universitas bahkan diabaikan secara definitif. Sikap industri lebih jauh digambarkan sebagai penguasa:

“Academics are not part of the ‘real world’ and that therefore journalism teaching in a university can’t possibly prepare people for what the occupation actually involves.” (2007: 140).

“Para akademisi bukan bagian dari dunia nyatadan pengajaran jurnalisme di sebuah universitas tidak mungkin dapat mempersiapkan orang untuk terlibat dalam pekerjaan yang sebenarnya.” (2007: 140).

Dalam penelitiannya, Frith dan Meech mendapat 50 responden (31 pria, 19 perempuan) untuk mengisi kuesioner. Dari jumlah tersebut, 29 orang telah lulus dengan gelar BA dari Departement Film dan Media Studies (FMS) Universitas Stirling; 28 orang telah memperoleh gelar Diploma  dari Scottish Centre for Journalism Studies (SCJ), dan 7 orang lulus FMS dan SCJS.

Ditinjau dari lapangan kerja wartawan dari kursus yang telah mereka lakukan, Frith dan Meech mencatat bahwa:

Few respondents, if any, expressed appreciation for the theoretical-critical units they had completed; none at all argued for more of these.” (2007: 152).

Beberapa responden, jika ada, mengungkapkan apresiasi untuk unit teoritis-critical yang telah mereka selesaikan; tidak semua berargumen lebih dari itu.” (2007: 152).

Frith dan Meech menyimpulkan bahwa lulusan jurnalistik puas dengan pilihan pekerjaan mereka, yang mana mereka menemukan tantangan namun bermanfaat. Siswa dengan gelar media dan ijazah pascasarjana yang relevan masuk pekerjaan dan relatif mudah untuk bangkit di dalamnya. Tidak ada responden dalam sampel mereka melaporkan telah diasingkan oleh lingkungan kerja mereka.

Students with media degrees and relevant postgraduate diplomas enter the occupation and rise within it relatively easily.” (2007: 157).

Namun, Frith dan Meech melihat bahwa wartawan tampaknya telah mengesampingkan aspek teoritis dari pendidikan tinggi mereka, karena pelatihan kerja mendorong pengembangan keterampilan dan praktek penting untuk menyelesaikan ‘pekerjaan’ mereka. Tak satu pun dari responden menyatakan bahwa pendidikan sarjana atau pascasarjana telah membuat setiap kontribusi mereka sukses.

“We found no evidence whatsoever that graduate journalists brought anything of the critical ‘media studies’ approach to their activities; their accounts of the value and meaning of journalism replicated those of journalism tradition.” (2007: 158).

Kami tidak menemukan bukti apapun bahwa lulusan jurnalistik membawa apa saja dari pendekatan kritis studi media untuk kegiatan mereka; accounts mereka dari nilai dan makna dari jurnalisme direplikasi dari tradisi jurnalisme.” (2007: 158).

Dalam kesimpulan akhirnya, Frith dan Meech menyatakan bahwa jurnalisme Inggris akan berubah menjadi pekerjaan para pascasarjana, meskipun perubahan tersebut belum begitu jelas.

Our conclusion is that British journalism will be changed by becoming a graduate occupation, even if the nature of those changes is not yet clear.” (2007: 159).[]

__________________________

Frith, S. and Meech, P. (2007). Becoming a Journalist: Journalism Education and Journalism Culture,Vol. 8 (2): 137-164. Sage Publication.

Leave a comment