Contoh Esai Beasiswa Tanoto

Oleh: Novia Faradila

Esai ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Beasiswa Tanoto tahun 2012/2013. Saya awali esai ini dengan perkenalan diri. Novia Faradila, demikian nama yang diberikan orang tua saya 20 tahun silam. Saya berasal dari Duri, sebuah kota kecil di Kabupaten Bengkalis, Riau. Saat ini saya menetap di Pekanbaru, Kota Bertuah tempat saya menimba ilmu di bangku kuliah.

Tahun ini adalah tahun ketiga saya sebagai Mahasiswa di Universitas Riau (UR). Program studi yang saya ikuti selama hampir lima semester ini adalah Program Sarjana (S1) Ilmu Komunikasi (Ikom) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP). Alasan memilih jurusan ini, menurut saya lulusan ilmu komunikasi memiliki peluang yang cukup besar dalam mendapatkan pekerjaan—baik swasta maupun pemerintah. Selain itu, saya menjatuhkan pilihan di jurusan tersebut karena terinspirasi dari artikel sebuah majalah yang mengupas tentang asyiknya menjadi seorang reporter.

Figur pada artikel tersebut yakni Wianda Pusponegoro. Saat itu ia bekerja sebagai  reporter Metro TV. Di sana diceritakan menjadi seorang reporter merupakan pekerjaan yang sangat menyenangkan. Setiap hari kita akan menemukan hal-hal baru. Penuh tantangan, kerja keras, dan banyak pengalaman. Hal itulah yang saya suka. Ilmu dan pengalaman bagi saya merupakan hal yang sangat berharga.

Pada kuliah semester pertama (2009), kecintaan saya di dunia jurnalistik pun saya salurkan dengan bergabung di Tabloid Tekad, tabloid milik Jurusan Ikom (saat itu Ikom FISIP UR masih berstatus sebagai Program Studi). Saya sangat bersyukur bisa bergabung di tabloid tersebut. Banyak hal yang saya dapat dan pelajari, sehingga peran saya sebagai mahasiswa lebih optimal—tidak hanya memperoleh ilmu dari dosen, namun juga dari pengalaman-pengalaman saya di lapangan. Saat penentuan konsentrasi pada semester tiga, saya pun memilih Jurnalistik sebagai bidang konsentrasi. Saya benar-benar ingin mendalami dunia jurnalistik.

Seiring berjalannya waktu, hal yang saya impikan ketika saya resmi menyandang ‘S.Ikom’ setelah menamatkan kuliah kira-kira ± 3,8 tahun adalah menjadi Praktisi dan Akademisi Ilmu Komunikasi. Mengapa? Pertama, saya senang berbagi ilmu kepada siapa pun yang ingin belajar. Kedua, menurut saya praktisi dan akademisi merupakan sebuah profesi yang berimbang—kita memahami teori dan kita juga menguasai bagaimana praktiknya. Sehingga saat kita sharing ilmu kepada seseorang kita bisa menyampaikannya dengan lebih maksimal. Namun, di antara keduanya, menjadi akademisi merupakan pilihan yang paling utama. Saya ingin menjadi tenaga pendidik (dosen) jurnalistik. Hal tersebut saya rasakan ketika di semester tiga. Saya semakin menemukan khasanah keilmuan yang menarik pada disiplin ilmu tersebut.

Keinginan saya menjadi tenaga pendidik tentunya tak terlepas dari kondisi kampus tempat saya menimba ilmu. Pertama dari segi dosen. Saya terinspirasi dari salah seorang dosen yang memiliki tingkat kedisiplinan yang tinggi. Dari sekian banyak dosen yang mengabaikan kedisiplinan, dosen ini menerapkan konsep belajar mengajar yang disiplin. Ia selalu datang tepat waktu dan tidak membiarkan mahasiswa menunggunya. Kebanyakan dosen di kampus saya selalu datang terlambat. Kadang tidak datang tanpa memberi kabar terlebih dahulu, sehingga saya dan teman-teman selalu menunggu sia-sia. Sungguh kecewa rasanya. Padahal, masih banyak hal bermanfaat lainnya yang bisa kami kerjakan daripada menunggu dengan hasil nihil. Saya tidak ingin rasa kecewa tersebut juga dirasakan oleh mahasiswa saya nantinya.

Kedua, jumlah dosen jurnalistik di Jurusan Ikom masih sangat minim. Berbeda dengan jumlah dosen di bidang konsetrasi lainnya seperti Public Relation (PR) dan Manajemen Komunikasi (MK). Rata-rata jumlah dosen di dua konsentrasi tersebut ada lima-enam orang, sementara di jurnalistik hanya dua orang. Sehingga dalam tiga matakuliah per harinya saya dan teman-teman bertemu dengan satu orang dosen saja. Dosen yang bersangkutan pun juga mengeluhkan minimnya tenaga pendidik di konsentrasi ini.

Ketiga, saat ini jurusan Ikom sedang berencana untuk meng-upgrade Ikom menjadi fakultas—ditargetkan selambat-lambatnya tahun 2017. Saya sempat berbincang-bincang dengan dosen jurnalistik yang saya sebut di atas bahwa, peluang mahasiswa Ikom sangat besar apabila ingin melamar menjadi dosen. Ia sangat mengharapkan akan ada nantinya alumni-alumni Ikom yang melamar sebagai dosen jurnalistik.

Nah, beberapa hal di ataslah yang membuat saya semangat dan yakin. Saya ingin berpartisipasi memajukan kualitas pendidikan di Fakultas Ilmu Komunikasi nantinya. Saya ingin menanamkan konsep belajar mengajar yang lebih baik dari sekarang.

S2 merupakan syarat utama menjadi dosen. Hal inilah yang akan saya lakukan untuk menggapai cita-cita tersebut. Fakultas Ilmu Komunikasi (Fikom) Universitas Padjadjaran (UNPAD) Bandung, dikenal memiliki kualitas yang baik. Target saya adalah setelah lulus S1 (maksimal Oktober 2013) saya akan melanjutkan studi saya di fakultas tersebut—tentunya di bidang jurnalistik. Saya memilih bidang serupa dengan tujuan ilmu yang saya peroleh pada S1 dapat lebih saya dalami saat S2 nanti. Selambat-lambatnya awal tahun 2016 saya telah menamatkan Magister saya.

Sementara itu, langkah-langkah yang telah dan sedang saya lakukan untuk menjadi tenaga pendidik yakni mempersiapkan biaya untuk melanjutkan S2. Menurut informasi yang saya peroleh dari dosen yang pernah kuliah di UNPAD, biaya kuliah di sana per semesternya kira-kira Rp7juta, sehingga saya menargetkan biaya kuliah dan biaya terkait lainnya selama dua tahun sebesar Rp40juta. Saya menyadari biaya dari orang tua tidak bisa diharapkan seutuhnya karena masih ada adik-adik yang juga lebih membutuhkan biaya pendidikan. Oleh karena itu, sedikit demi sedikit biaya untuk kuliah S2 sedang saya tabung. Selain itu, informasi terkait dengan Fikom UNPAD juga selalu saya kumpulkan, baik dari dosen maupun via internet.

Aktifitas di tabloid Tekad Ikom sejak tiga tahun silam hingga saat ini juga saya jadikan persiapan dalam menambah pengalaman menjadi tenaga pendidik. Hingga saat ini saya juga tercatat sebagai reporter di buletin mingguan milik UR dan saya pernah bekerja sebagai reporter di salah satu media online Pekanbaru. Nah, pengalaman-pengalaman itulah yang saya jadikan bekal. Setidaknya pengalaman tersebut dapat saya share kepada para mahasiswa saya nantinya. Sehingga teori yang saya berikan memang berdasarkan pengalaman real saya saat di lapangan. Meski demikian, saya sadar pengalaman saya memang belum cukup. Namun, saya akan terus belajar dan berusaha.

Demikian esai ini saya tulis dengan sebenarnya. Terimakasih.[]

Pekanbaru, 27 Januari 2012

 

 

Novia Faradila

13 Comments (+add yours?)

  1. ozaa
    Jun 26, 2012 @ 04:11:36

    great.

    Reply

  2. syaiful munir
    Oct 04, 2012 @ 14:03:10

    mantabbb

    Reply

  3. wahyu
    Jan 12, 2013 @ 15:24:45

    mf’ sya mau bertanya.. apakah kmu essay nya di terima..?

    Reply

  4. Rezeki
    Jan 13, 2013 @ 09:52:28

    bagus essaynya,, mantap…
    klo boleh tau, mbak bisa jebol gk beasiswa tanotonya….?

    Reply

  5. DIon Gilang Cendikia
    Apr 23, 2013 @ 05:17:56

    essay yang bagus sekali.. minta izin copy..untuk referensi bikin essay beasiswa..

    Reply

  6. M.A
    Jul 27, 2013 @ 06:10:43

    kalau boleh tau, apakah essay anda lolos dari seleksi yg dilakukan oleh pihak beasiswa?

    Reply

  7. wahyuddin chemical engineer
    Mar 09, 2015 @ 16:31:55

    Reblogged this on Indahnya hidup dalam Islam.

    Reply

  8. jun
    Apr 22, 2015 @ 13:02:11

    numpang tanya, essay yang dikumpul itu di tulis tangan atau di ketik?

    Reply

  9. faurina
    Jan 09, 2016 @ 13:00:13

    esainya keren mbk Dila. berkaitan dengan esai yang mb Dila sharing, boleh kah nanya, bagaimana pengalaman mb Dila selama proses seleksi beasiswa Tanoto pada waktu itu? terimakasiy sebelumnya..
    dari Rina Jogja

    Reply

  10. wipradnyana
    Jan 30, 2016 @ 10:08:40

    Great post! Saya juga ada nih pengalaman seleksi beasiswa Tanoto, kunjungi http://dwipw.com/pengalaman-beasiswa-tanoto-foundation/

    Reply

  11. Andi Nurul Faika
    Apr 05, 2017 @ 11:00:01

    Mau nanya, apakah essaynya diketik lalu di print atau bagaimana? Dan apakah ada aturan-aturan formatnya kalau di ketik?

    Reply

Leave a reply to wipradnyana Cancel reply